Selasa 24 Oktober 2017, 17:31 WIB | Tsarina Maharani - detikNews
Foto: Komisioner Komnas HAM M Nurkhoirun bertemu pengurus YPKP 65 (Tsrina-detikcom)
Jakarta - Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) menerima aduan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) terkait pengusutan Tragedi 1965 dan pembubaran kegiatan. Namun, Komnas HAM minta maaf karena penanganan kasus HAM belum maksimal.
"Kami mohon maaf hingga lima tahun terakhir ini kasus masih jalan di tempat. Komunikasi kami dengan pemerintah juga agak terhambat," ujar anggota Komisioner Komnas HAM M Nurkhoiron yang menerima kedatangan YPKP 65 di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2017).
Menurut Nur, kesulitan yang dihadapi pihaknya adalah persoalan sistem internal yang belum terstruktur dengan baik. Hal ini akhirnya berimbas pada data-data yang tidak dapat terarsip dengan baik.
"Seelama ini data-data kami kemana-mana, hilang karena sistemnya belum jelas. Ini yang akan kami perbaiki dalam periode komisioner selanjutnya," ujar Nur.
Selain soal sistem yang menghambat pengarsipan data dan dokumen, Nur juga menilai pemerintah saat ini belum mendukung pengusutan kasus pelanggaran HAM berat ini hingga tuntas. Menurutnya, harus ada perhatian dari pemerintah agar seluruh pihak baik pelaku maupun korban bisa dipertemukan dan melakukan rekonsialisasi.
"Dua hal yang saya pelajari agar masalah HAM berat dapat diatasi adalah pertama, rezim yang berkuasa memiliki perhatian besar kepada isu HAM dan para korban. Kedua, rezim yang berkuasa memiliki kemampuan untuk menyeret para pelaku. Jadi sebenarnya percuma bapak-bapak ini bolak-balik ke sini kalau kondisi rezimnya belum seperti ini," terang Nur.
Sementara itu, Ketua YPKP 65 Bedjo Untung menyatakan prihatin atas kondisi internal Komnas HAM yang ternyata belum tertata dengan baik. Padahal dalam pandangannya, Komnas HAM merupakan satu-satunya benteng terakhir bagi YPKP 65 untuk mendapatkan perlindungan.
Kata Bedjo, YPKP 65 masih sering mendapatkan diskriminasi dan represi dari lingkungan sosial dan aparat karena dianggap sebagai bibit kebangkitan PKI. Padahal, yang dilakukan YPKP 65 adalah memberikan penyuluhan dan bantuan kepada para korban Tragedi 1965.
"Kita prihatin kalau lembaga negara seperti ini belum juga memiliki sistem yang bagus, kita harapkan bisa lebih baik lah nanti proses laporan di komisioner yang baru," ucap Untung di lokasi yang sama.
"Laporan-laporan ini perlu saya sampaikan karena Komnas HAM adalah benteng terakhir kami untuk meminta perlindungan," tutupnya.
Sumber: Detik.Com
0 komentar:
Posting Komentar