Jumat 20 Oktober 2017, 17:57 WIB | Zunita Amalia Putri
Usman Hamid (ari/detikcom)
Jakarta - Amnesty Internasional Indonesia (AII) ingin pemerintah Indonesia membuka arsip-arsip sejarah terkait peristiwa 1965 dan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Sebab, dokumen tersebut dinilai bisa membuat masyarakat lebih paham sejarah Indonesia.
"Dokumen itu berpotensi untuk membuat kita lebih paham tentang sejarah dokumen ini menjadi semacam pintu masuk menelusuri fakta lebih lengkap lagi kita tidak mengatakan bahwa ini belum 100 persen pasti benar," ujar Direktur AII, Usman Hamid kepada wartawan, di Kantor Amnesty Indonesia Jl Probolinggo, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (20/10/2017).
Usman meminta pemerintah seharusnya jangan hanya menyangkal data itu berasal dari mana, tetapi juga harus menyajikan data-data seperti yang diperoleh Amerika Serikat dengan membuka arsip terdahulu.
"Ini kesempatan bagi pemerintah Indonesia sendiri untuk menyajikan data, fakta, dokumen, dengan cara yang benar kalau sekedar menyangkal itu tidak benar atau datang dari luar negeri tanpa ada tindakan yang memperlihatkan pemerintah sungguh-sungguh untuk menyikap dokumen tersebut dengan pencarian fakta," imbuhnya.
Menurut Usman pemerintah tidak paham dengan masalah dan kewenangan hukum yang terjadi. Justru pemerintah terlihat mempersulit penyelidikan kasus pelanggaran HAM ini.
"Jadi kalau ada menteri yang mengatakan kita sulit melakukan penyelidikan kasus pelanggaran HAM itu aneh. Justru menteri tersebut tidak paham pada masalah pada kewenangan hukum untuk menyelidiki suatu peristiwa," tambahnya.
Usman mengatakan, ada Tap MPR Nomor 5 tahun 2000 tentang Pemantapan Persatuan Kesatuan Nasional yang masih berlaku. Tap itu menandakan pemerintahan menugaskan pemerintah untuk mengkoreksi penyelewengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di masa lampau."Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lampau itu masih bisa dilakukan, karena ada ketentuan hukum yang masih berlaku," tegasnya.
(asp/asp)
0 komentar:
Posting Komentar