Kompas.com - 19/10/2017, 08:36 WIB
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menganggap polemik ribut-ribut soal pembelian senjata oleh institusi non-militer adalah bentuk dari proxy war yang sering dirinya khawatirkan. Hal itu diungkapkan Gatot di Gedung Pusat Dakwah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (6/10/2017).
JAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo enggan berkomentar soal dokumen peristiwa 1965 setelah pemberontakan PKI yang memaparkan keterlibatan TNI, khususnya Angkatan Darat.
Dokumen tersebut berupa kabel diplomatik Amerika Serikat yang berasal dari National Security Archive (NSA), National Declassification Center (NDC), dan lembaga negara National Archives and Records Administration (NARA).
"Ya, nanti saya baca dulu, saya belum baca ya. Saya belum baca masa disuruh komentar, gimana sih, baca dulu dong saya," ujar Gatot, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/10/2017) malam.
Ia mengatakan, setiap negara tentu memiliki kebijakan untuk mendeklasifikasi setiap dokumen rahasia dalam jangka waktu tertentu.
"Aturan negara beda-beda. Ada dokumen, rahasia, dikeluarkan. Tapi kan saya belum tahu ya. Belum tahu saya, tanya sama Badan Intelijen Negara," lanjut Gatot.
Dilansir dari BBC Indonesia, sejumlah dokumen kabel diplomatik Amerika soal tragedi 1965 kembali dibuka ke publik oleh tiga lembaga Amerika.
Dokumen itu menguak sejumlah surat dari dan ke Amerika Serikat terkait pembunuhan massal pasca-1965.
Dokumen yang dibuka adalah 39 dokumen setebal 30.000 halaman yang merupakan catatan Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia sejak 1964 hingga 1968. Isinya antara lain seputar ketegangan antara militer dengan PKI, termasuk efek selanjutnya berupa pembantaian massal.
Data dan fakta ini dinilai menguak sebagian tabir yang selama ini masih tertutup rapat dalam sejarah Indonesia.
Selama ini, negara, terutama Tentara Nasional Indonesia, mengelak untuk membicarakan atau mengkaji ulang sejarah kelam tragedi 1965.
Fakta yang tersaji dalam dokumen diplomatik Amerika ini membantah narasi tunggal bahwa korban pembantaian tragedi 1965 adalah komunis atau mereka yang memang terkait pembunuhan para jenderal dan upaya pengambil alihan kekuasaan pada 30 September 1965.
Para anggota dan simpatisan PKI itu "kebingungan dan mengaku tak tahu soal 30 September," tulis laporan diplomatik Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia pada 20 November 1965.
Dalam kabel diplomatik Kedutaan AS untuk Indonesia kepada Kementerian Luar Negeri AS di Washington tanggal 12 Oktober 1965 disebutkan bahwa, "Tentara Angkatan Darat Indonesia mempertimbangkan menjatuhkan Soekarno dan mendekati beberapa kedutaan negara-negara Barat memberi tahu soal kemungkinan itu."
Dalam telegram rahasia itu juga disebutkan, "Jika itu terlaksana, maka itu akan dilakukan dengan gerakan yang cepat tanpa peringatan dan Soekarno akan digantikan kombinasi junta militer dan sipil."
Disebutkan, Angkatan Darat mengharapkan bantuan ekonomi berupa makanan dan lainnya dari negara-negara Barat.
Hal itu terkait perkembangan pada 10 Oktober 1965 yang menyebutkan Soekarno menerima pimpinan Angkatan Darat di Istana yang memberikan laporan soal keterlibatan PKI pada kejadian 30 September.
Soekarno menolak membaca dan malah memarahi mereka karena menghina PKI. Para jenderal yang tidak disebutkan namanya itu kemudian meninggalkan Soekarno dengan jengkel.
Sumber: Kompas.Com
0 komentar:
Posting Komentar