Reporter: Maya Saputri | 20 Oktober, 2017
Menko Polhukam Wiranto memberikan keterangan kepada media di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat, (12/5). tirto.id/Andrey Gromico.
"Para aparat penegak hukum, apakah itu Komnas HAM, Kepolisian dan Kejaksaan, untuk menemukan bukti dan saksi itu sangat sulit, begitu lamanya, maka sudah sangat bias," kata Wiranto.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menilai arsip rahasia yang dirilis Kedubes Amerika Serikat (AS), terkait peristiwa 1965 tidak bisa dijadikan acuan untuk menyelidiki kasus tersebut.
Menurut dia, pemerintah berkomitmen untuk menuntaskan kasus tersebut. Namun, hingga kini berkas-berkas penyelidikan terkait kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat seputar peristiwa 1965, masih "bolak-balik" antara Kejaksaan dengan Komnas HAM karena sulitnya menyusun pembuktian untuk pengadilan.
Total dokumen yang dibuat oleh Kedutaan Besar AS berkedudukan di Jakarta ini 30.000 halaman dalam kurun waktu tersebut. Dalam periode ini, ada dua duta besar AS yang pernah bertugas, Howard P. Jones (1958-1965) dan Marshall Green (1965-1969).
Menurut Arsip Keamanan Nasional dari George Washington University, yang mengunggah dokumen terbaru hari ini, pemerintah AS mengetahui secara rinci soal peran Angkatan Darat Indonesia melakukan kampanye pembantaian massal terhadap PKI sejak 1965.
Arsip yang dibuka sesudah 52 tahun peristiwa "Gerakan 30 September" ini mengurai bagaimana Kedubes AS "membaca" peristiwa selama kurun paling berdarah dalam sejarah politik Indonesia di sejumlah wilayah, termasuk di Medan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
"Dokumen dari Amerika Serikat (AS), dari mana-mana, tidak serta merta dokumen-dokumen itu jadi bagian penyelidikan, tentu perlu suatu upaya untuk meyakini," tegas Wiranto di Gedung Bina Graha, Kantor Staf Presiden (KSP), Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2017).
Menurut dia, pemerintah berkomitmen untuk menuntaskan kasus tersebut. Namun, hingga kini berkas-berkas penyelidikan terkait kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat seputar peristiwa 1965, masih "bolak-balik" antara Kejaksaan dengan Komnas HAM karena sulitnya menyusun pembuktian untuk pengadilan.
"Para aparat penegak hukum, apakah itu Komnas HAM, Kepolisian dan Kejaksaan, untuk menemukan bukti dan saksi itu sangat sulit, begitu lamanya, maka sudah sangat bias," katanya.
"Namun demikian, bukan berarti pemerintah menyerah begitu saja. Kami di Polhukam sudah berkali-kali melakukan rapat kordinasi, gimana menyelesaikan itu, dengan Komnas HAM sekalipun," tambahnya.Di tempat yang sama, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menambahkan, pihaknya akan membicarakan soal dokumen itu kepada Menhan AS.
"Yang pasti saya tanyakan. Kita perlu cek kebenarannya terkait dokumen tersebut," ucapnya, seperti diberitakan Antara.Pada Selasa (17/10/2017), Pusat Deklasifikasi Nasional (NDC), bagian dari Badan Administrasi Rekaman dan Arsip Nasional AS (NARA) telah mempublikasikan 39 dokumen yang tergolong arsip rahasia "Jakarta Embassy Files" tahun 1964-1968.
Total dokumen yang dibuat oleh Kedutaan Besar AS berkedudukan di Jakarta ini 30.000 halaman dalam kurun waktu tersebut. Dalam periode ini, ada dua duta besar AS yang pernah bertugas, Howard P. Jones (1958-1965) dan Marshall Green (1965-1969).
Menurut Arsip Keamanan Nasional dari George Washington University, yang mengunggah dokumen terbaru hari ini, pemerintah AS mengetahui secara rinci soal peran Angkatan Darat Indonesia melakukan kampanye pembantaian massal terhadap PKI sejak 1965.
Arsip yang dibuka sesudah 52 tahun peristiwa "Gerakan 30 September" ini mengurai bagaimana Kedubes AS "membaca" peristiwa selama kurun paling berdarah dalam sejarah politik Indonesia di sejumlah wilayah, termasuk di Medan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
"Dokumen baru ini juga menggambarkan para diplomat dari Kedubes AS di Jakarta menyimpan catatan eksekusi mati pemimpin PKI, dan pejabat-pejabat AS mendukung secara aktif upaya Angkatan Darat Indonesia menghabisi gerakan buruh sayap kiri," demikian rilis Arsip Keamanan Nasional.
Sumber: Tirto.Id
0 komentar:
Posting Komentar