Kompas.com - 19/10/2017, 13:05 WIB
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla
JAKARTA, KOMPAS.com - Komitmen penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu sempat menjadi angin segar bagi para aktivis dan keluarga korban yang selama ini menuntut keadilan.
Di samping Nawacita, janji-janji tersebut juga dituangkan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang HAM.
Namun, setelah pemerintah berjalan tiga tahun, komitmen tersebut masih terasa mengambang.
"Kita ingin katakan kehendak politik yang pernah disampaikan Jokowi dan Jusuf Kalla telah hilang. Sementara waktu makin sempit," ujar Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dalam diskusi di Jakarta, Kamis (19/10/2017).
Kasus yang dimaksud antara lain peristiwa 1965, kasus Trisakti, hingga meninggalnya aktivis HAM Munir Said Thalib.
Usman mengatakan, Jokowi dan Kalla mewarisi persoalan HAM yang akut di Indonesia. Tak hanya warisan kasus dari periode sebelumnya, namun muncul lagi sejumlah kasus baru.
"Apakah masih ada harapan? Waktu itu makin sempit. Tantangan HAM makin berat," kata Usman.
Jokowi, kata Usman, sempat berkomitmen untuk meningkatkan ruang berekspresi. Namun, yang terjadi justru pembatasan kebebasan berekspresi meningkat.
Ia menilai ada pemerosotan dan kemunduran kebebasan berpendapat dari periode pemerintahan sebelumnya.
Salah satu contohnya, yakni pembubaran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) uang diawali dengan surat keputusan bersama tiga menteri bahwa kelompok tersebut memiliki ajaran menyimpang.
Kemudian, dalam tiga tahun terakhir, sebanyak 17 orang divonis bersalah atas tuduhan penodaan agama.
Jumlah tersebut meroket dibandingkan era Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Usman mengatakan, kebebasan berkehendak, berkeyakinan dan beragama memiliki legitimasi dalam perundangan.
Namun, masih banyak ditemukan laporan dengan pasal pemidanaan yang represif dan mengekang kebebasan.
Meski dianggap terlambat, Usman berharap Jokowi masih punya waktu untuk memperbaiki kinerja pemerintah di bidang HAM hingga akhir jabatannya.
"Bisa saja diletakkan bukan sebagai prioritas utama, tapi agenda penegakan HAM adalah keharusan," kata dia.
PenulisAmbaranie Nadia Kemala Movanita
EditorSandro Gatra
Sumber: Kompas.Com
0 komentar:
Posting Komentar