Rakhmatulloh - Kamis, 26 Oktober 2017 -
09:07 WIB
Ilustrasi. Foto/Istimewa
JAKARTA - Beberapa waktu lalu badan nirlaba NSA
(National Security Archive) dan NDC (National Declassification Center) beserta
satu lembaga pemerintah Amerika Serikat (AS) bernama NARA (National Archives
and Records Administration) telah mempublikasikan dokumen ketika terjadi
pembunuhan massal pada 1965 yang dikenal dengan Gerakan 30 September atau
G30SPKI.
Dokumen tersebut disinyalir mengungkap keterlibatan pihak militer kala itu dalam usahanya menyingkirkan pihak-pihak yang diduga atau terkait dengan PKI, termasuk tudingan kedekatan Presiden pertama, Soekarno dengan kelompok kiri tersebut.
Ketua Eksekutif Indonesian Human Rights Committtee For Social Justice (IHCS), David Sitorus menilai, pemerintah tidak bisa menutup mata dengan dokumen tersebut.
Dokumen tersebut disinyalir mengungkap keterlibatan pihak militer kala itu dalam usahanya menyingkirkan pihak-pihak yang diduga atau terkait dengan PKI, termasuk tudingan kedekatan Presiden pertama, Soekarno dengan kelompok kiri tersebut.
Ketua Eksekutif Indonesian Human Rights Committtee For Social Justice (IHCS), David Sitorus menilai, pemerintah tidak bisa menutup mata dengan dokumen tersebut.
Bahkan, Sitorus menganggap pemerintah bisa menggunakan
dokumen itu sebagai pembanding untuk mengungkap peristiwa kelam yang merenggut
nyawa para jenderal dan masyarakat sipil.
Apalagi dokumen muncul dari negara adikuasa yang disebut-sebut mengetahui peristiwa itu.
Apalagi dokumen muncul dari negara adikuasa yang disebut-sebut mengetahui peristiwa itu.
"Peristiwa pembunuhan massal yang terjadi merupakan pelanggaran HAM berat yang harusnya menjadi prioritas dalam agenda penegakan hak asasi manusia (HAM) Pemerintah Indonesia saat ini," ujar David dalam keterangan persnya, Rabu (25/10/2017).
Dia menambahkan, dengan dibukanya dan dipublikasikan
dokumen tersebut maka IHCS mendesak agar pemerintah bersedia mengkaji
dokumen-dokumen itu sebagai langkah awal mengusut pelanggaran HAM yang terjadi
pada 1965, terlepas dari kepentingan politik apapun.
"Dan hasil kajian tersebut diumumkan kepada publik agar masyarakat mengetahui dengan baik dan benar mengenai peristiwa berdarah 30 September 1965," ucapnya.
(dam)
0 komentar:
Posting Komentar