Andreas Harsono
Indonesia ResearcherPenerbitan Seluruh Dokumen-dokumen Rahasia Penting bagi Akuntabilitas
"Kegetiran yang telah dibuat takkan sembuh dengan mudah."
Demikian komentar -yang menyerupai nubuat— dari sebuah
telegram Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta tentang pembantaian besar-besaran
di Papua pada Juli 1965 oleh tentara Indonesia.
Telegram bertanggal
15 September 1965 itu melaporkan bahwa serangan orang-orang Papua
pro-kemerdekaan terhadap para serdadu Indonesia memicu balasan berupa
pembunuhan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil di kota Manokwari.
"Balasan Indonesia begitu brutal. Sehari berikutnya para serdadu menembaki
setiap orang Papua yang mereka jumpai dan banyak orang tak bersalah, yang hanya
melintas di jalan, turut jadi korban."
Dokumen tersebut, satu dari 39 naskah yang diterbitkan pekan lalu oleh organisasi
publik untuk keterbukaan berbasis AS, National
Security Archive, memberikan gambaran yang menggiriskan tentang pengetahuan
terperinci pemerintah AS mengenai pembunuhan-pembunuhanberskala besar di
Indonesia dalam rentang 1965-1968. Secara keseluruhan, dokumen-dokumen itu
menunjukkan bahwa pemerintah AS mengetahui puluhan ribu pembunuhan yang
dilakukan militer, kelompok-kelompok paramiliter dan milisi Muslim terhadap
orang-orang terdiduga anggota Partai Komunis Indonesia dan warga Tionghoa,
termasuk para anggota serikat buruh, guru, aktivis, dan seniman.
Keterangan telegram itu tentang brutalitas di Maknokwari, yang sekurangnya menelan korban jiwa
50 orang Papua, menggarisbawahi sejarah panjang impunitas atas pelanggaran HAM yang dilakukan
pasukan keamanan Indonesia di wilayah tersebut. Sekalipun pemerintah Joko
"Jokowi" Widodo telah berkali-kali menjanjikan pendekatan baru terhadap
Papua, tempat terjadinya pemberontakan kecil-kecilan dan gerakan
pro-kemerdekaan yang damai, kenyataan di lapangan sungguh berbeda. Pasukan-pasukan
keamanan Indonesia masih saja membunuhi warga Papua tanpa pernah diselidiki.
Pada April 2016 Pemerintah Indonesia mengumumkan akan menyelidiki 11 kasus
hak asasi manusia terpenting di Papua yang terjadi di masa
lampau. Namun, hingga kini pemerintah belum memberikan rincian apa pun perihal
kapan, di mana, dan bagaimana kasus-kasus tersebut akan ditangani. Sementara
itu pembunuhan di luar hukum terhadap orang-orang Papua oleh tentara terus terjadi dan pelaporan independen tentang
pelanggaran HAM di Papua—dulu maupun sekarang—pincang belaka berkat kebijakan
pemerintah yang membatasi akses para jurnalis asing dan pemantau HAM ke
wilayah tersebut.
Atas nama keadilan terhadap pelanggaran HAM yang puluhan tahun dilakukan
pasukan-pasukan keamanan Indonesia, pemerintah AS dan Indonesia harus
menerbitkan dokumen-dokumen rahasia tentang pembunuhan-pembunuhan itu
selengkapnya. Tanpa tindakan tersebut, kepahitan yang dirasakan banyak orang Papua
hanya akan semakin mendalam.
Source: HumanRightsWatch
0 komentar:
Posting Komentar