Arie Mega Prastiwi - 18
Okt 2017, 11:52 WIB
Massa hancurkan atribut berbau PKI pada 21 Oktober 1965 (arsip AFP)
Washington, DC - Tragedi 1965 menjadi noktah kelam
dalam sejarah Indonesia. Ada banyak hal yang masih tertutup rapat mengenai
pembunuhan massal anggota, dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) hingga
1966, menyusul terjadinya peristiwa gugurnya para jenderal dalam peristiwa G 30
S.
Baru-baru ini, sejumlah dokumen rahasia dalam arsip milik
Pemerintah Amerika Serikat dideklasifikasi, setelah 50 tahun disimpan
rapat-rapat. Data-data tersebut kini dapat diakses dan terbuka untuk umum.
Dokumen tersebut berupa kawat diplomatik atau telegram
antar perwakilan diplomatik AS di Indonesia, juga dengan pihak Washington DC
pada periode 1964-1968. Isinya mengindikasikan bahwa pemerintah AS lewat
kedutaannya di Jakarta mengetahui peristiwa berdarah pembunuhan massal
orang-orang yang terkait atau diduga terkait dengan PKI.
Dokumen yang telah dideklasifikasikan itu diunggah oleh
lembaga nonprofit National Security Archive (NSA) di George Washigton
University, National Declassification Center (NDC), dan lembaga negara National
Archives and Records Administration (NARA).
Apa saja informasi
yang diungkap terkait Tragedi 1965?
Seperti dikutip dari situs nsarchive.gwu.edu pada
Rabu (18/10/2017), ada 39 dokumen, dengan total 30.000 halaman, yang
merupakan kawat diplomatik Kedutaan Besar AS di Jakarta, Indonesia, dari tahun
1964-1968.
Foto tanggal 21 Oktober 1965 dari kantor pusat Partai Komunis Indonesia
di Jakarta yang dibakar pada tanggal 8 Oktober 1965 (AFP)
Ada dokumen yang membahas periode pergolakan dalam
sejarah Indonesia, hubungan Jakarta-Washington yang sempat memburuk,
konfrontasi dengan Inggris terkait pembentukan Negara Federasi Malaysia,
meningkatnya ketegangan antara Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia,
meningkatnya radikalisasi pada era Presiden Sukarno, dan perluasan operasi
rahasia AS yang bertujuan memicu bentrokan antara Angkatan Darat dan PKI.
"Puncaknya adalah, upaya pembersihan para pimpinan Angkatan Darat dalam Gerakan 30 September (G 30 S) -- yang dilakukan sejumlah pejabat militer yang bekerja sama dengan pimpinan PKI," demikian dimuat dalam situs National Security Archive.
"Setelah menumpas upaya kudeta, yang menewaskan enam jenderal Angkatan Darat, militer dan paramiliter pendukungnya melancarkan kampanye pemberantasan PKI dan organisasi pendukungnya, yang menewaskan 500 ribu terduga pendukung PKI antara Oktober 1965 dan Maret 1966, memenjarakan jutaan lainnya, dan akhirnya menyingkirkan Sukarno dan menggantikannya dengan Jenderal Soeharto, yang memerintah Indonesia selama 32 tahun sebelum dilengserkan pada Mei 1998."
Mengutip BBC, Tragedi 1965 adalah pembunuhan massal
paling mengerikan pada Abad ke-20, namun saat itu, sejumlah orang menilai,
Washington memilih bungkam.
Dokumen soal
Pembantaian?
Dokumen-dokumen yang terkuak memperlihatkan, staf kedubes
AS mendeskripsikan informasi yang mereka dapatkan terkait Tragedi 1965.
Salah satunya dokumen Telegram 183 dari Konsulat AS di
Surabaya untuk Kedutaan Besar AS di Jakarta.
Dalam kawat diplomatik tersebut, tertera keterangan
seorang misionaris yang baru kembali dari Kediri pada 21 November 1965, yang
mengaku mendengar pembunuhan besar-besaran terjadi di Tulungagung, di mana
sekitar 15 ribu terduga pendukung PKI tewas.
Sementara itu, Telegram 1516 dari Kedubes Amerika Serikat
di Jakarta untuk Menteri Luar Negeri AS mengungkapkan pembicaraan seorang
pengamat dari Barat dengan para aktivis PKI di Jakarta dan Jawa Tengah,
termasuk Yogyakarta.
Telegram 1516 dari Kedubes Amerika Serikat di Jakarta untuk Menteri
Luar Negeri AS (Captured: US National Security Archive)
Disebutkan dalam bagian akhir dokumen bertanggal 20
November 1965, seorang 'jurnalis Australia yang terpercaya, yang lancar bicara
Indonesia, adalah wartawan Barat yang mengunjungi Jawa Tengah pada 10 Oktober
1965.
"Ia mengaku bicara dengan kader PKI di sejumlah lokasi di Jawa Tengah (Tegal dan Purwokerto disebutkan secara spesifik) dan menemukan kebingungan dan klaim tak tahu menahu tentang G 30 S," demikian isi dokumen rahasia itu.
Pengumpulan dokumen, yang sebagian besar telah
dideklasifikasikan, diproses oleh National Declassification Center sebagai
tanggapan atas meningkatnya minat masyarakat terhadap data-data rahasia AS
terkait Tragedi 1965.
Pengungkapan dokumen-dokumen rahasia tersebut diminta
oleh aktivis hak asasi manusia baik dari AS dan Indonesia, pembuat film, serta
sekelompok Senator AS yang dipimpin oleh Tom Udall dari Partai Demokrat AS.
Dalam sebuah kolaborasi yang belum pernah terjadi
sebelumnya, Arsip Keamanan Nasional atau National Security Archive bekerja sama
dengan National Declassification Center (NDC), untuk membuat keseluruhan
koleksi tersebut bisa diakses publik, dengan memindai dan memajangnya dalam
bentuk digital.
Dokumen tersebut akan dimasukkan ke dalam Arsip Nasional
dan Administrasi Arsip (NARA).
Setelah selesai, ilmuwan, jurnalis, dan peneliti dapat
mencari dokumen berdasarkan tanggal, kata kunci, atau nama.
Dari 30.000 halaman yang diproses oleh NDC, beberapa
ratus dokumen tetap diklasifikasikan dan sedang menjalani peninjauan lebih
lanjut sebelum, rilis dijadwalkan pada awal 2018.
Sementara beberapa dokumen dalam koleksi ini
dideklasifikasi dan disimpan di NARA atau Perpustakaan Kepresidenan Lyndon
Johnson pada akhir 1990-an. Ribuan halaman akhirnya bisa dibaca untuk pertama
kalinya setelah lebih dari 50 tahun tersimpan.
0 komentar:
Posting Komentar