Jumat, 06 Oktober 2017

Komnas HAM Harus Jadi Katalisator Penegakan HAM

Jum'at, 6 October 2017 18:42 WIB | Penulis: MICOM

MI/Susanto

KOMISI III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengumumkan tujuh nama Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2017-2022, pada Selasa (3/10). Tujuh nama komisioner terpilih yakni Ahmad Taufan Damanik, Amiruddin, Beka Ulung Hapsara, M. Choirul Anam, Munafrizal Manan, Hairansyah, dan Sandrayati Moniaga sudah saatnya segera bekerja.

Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Komnas HAM memberikan beberapa catatan kritis terkait hasil seleksi yang dilakukan oleh DPR RI tersebut. Catatan tersebut yakni, Pertama, keterwakilan perempuan yang minim, karena hanya 1 orang perempuan dari 7 komisioner terpilih, padahal perempuan adalah kelompok terdampak terbesar pada kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi.

Kedua, minimnya keterwakilan identitas keragaman Indonesia sebagaimana mandat prinsip-prinsip Paris tentang lembaga HAM negara. Ketiga, minimnya pelibatan masyarakat sipil dalam proses seleksi di DPR.

"Tidak ada upaya proaktif dari DPR untuk melibatkan dan mendapatkan masukan masyarakat sipil," ujar Totok Yuliyanto anggota Koalisi dari PBHI. 
Dalam konteks ini misalnya, Koalisi sudah mengirimkan permohonan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), namun tidak ada respons dari DPR RI untuk mendengar masukkan dan informasi dari Koalisi lewat RDPU.

"Catatan ini kiranya dapat dijadikan evaluasi bagi kerja-kerja DPR RI atas keseriusan wakil rakyat dalam berperan aktif untuk penegakan dan pemenuhan HAM di Indonesia," imbuh Totok.

Kini, ketujuh nama Komisioner akan segera diusulkan untuk disahkan oleh Paripurna DPR RI, dan kemudian Presiden akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan komisioner Komnas HAM 2017-2022 dengan mandat kerja sesuai dengan amanat yang telah diberikan kepada lembaga HAM tersebut.

Koalisi, katanya, akan terus mengawal kerja komisioner dalam 5 (lima) tahun ke depan dan menjadi pengingat bagi komisioner terpilih bahwa terdapat fokus dan prioritas agenda penegakan HAM yang harus diselesaikan.

Menurut Koalisi ada tujuh kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, yang hingga kini belum menemukan dan mendapatkan perkembangan berarti untuk penyelesaiannya. Selain itu, Komnas HAM saat ini juga sedang dalam proses melakukan penyelidikan terhadap sebanyak 5 (lima) peristiwa pelanggaran ham yang berat di Aceh. "Hal ini patut menjadi perhatian lebih bagi para Komisioner terpilih."

Berikutnya, konflik Agraria, mengingat berdasarkan laporan Komnas HAM, selama 3 (tiga) tahun terakhir pengaduan terhadap korporasi adalah peringkat kedua setelah Polri sebagai institusi yang paling banyak diadukan.

"Pada 2014 saja terdapat 1.127 pengaduan terhadap Korporasi, dengan perkara terbesar adalah sengketa sumberdaya alam (SDA), diikuti sengketa tanah.
Yang tidak kalah pentingnya, kasus-kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta terkait juga dengan kebebasan berekspresi dan menyampaikan ekpresi, yang tampaknya saat ini dinamikanya makin menurun. Berbagai sikap Komnas HAM yang diwakili oleh komisionernya pada periode lalu, menurut Koalisi, semakin memperkeruh situasi.

Isu lainnya yang patut menjadi perhatian Komisioner ialah memperkuat mekanisme perlindungan terhadap pembela HAM. Hingga saat ini, ujar Totok, masih banyak terjadi berbagai macam kekerasan terhadap pembela HAM di Indonesia. Hal irtu terjadi karena mekanisme perlindungan pembela HAM yang sudah ada di Komnas HAM belum begitu efektif sehingga perlu adanya penguatan sumber daya, baik berupa pendanaan serta staf yang kompeten.

Masalah diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok Lesbian, Gay, Biseksual dan Trans (LGBT) yang terus bertambah juga menjadi catatan khusu bagi Koalisi.

Selain persoalan pekerjaan dalam penegakan dan pemenuhan HAM, Komisioner Komnas HAM kini mesti memiliki perhatian yang lebih pula pada pembenahan internal, manajemen organisasi, serta melihat kembali bagaimana proses-proses administrasi di internal Komnas HAM.

"Pengalaman stempel disclaimer yang disematkan BPK akibat banyaknya temuan dari Komnas HAM periode lalu harus menjadi pengingat bahwasanya masih banyak hal yang perlu dibenahi di internal lembaga Komnas HAM," pungkas Totok.

Berdasarkan hal-hal tersebut, Koalisi Selamatkan Komnas HAM mengimbau Komisioner Komnas HAM terpilih memperhatikan hasil kajian ulang dan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang melanggar HAM dan menjadikannya panduan dalam Rencana Strategis untuk kerja dalam 5 tahun ke depan
Komisioner Komnas HAM juga diharapkan mengkaji ulang peraturan sekretariat jenderal agar mendukung kerja-kerja Komnas HAM. Selain itu, pentingnya dibuka kesempatan dan ruang bagi kelompok masyarakat sipil dalam pembenahan Komnas HAM.(RO/OL-3)

Sumber: Media Indonesia 

0 komentar:

Posting Komentar