18.10.2017
AS menjalin komunikasi erat dengan ABRI dan sejumlah pejabat anti-PKI selama periode gelap pembantaian simpatisan Komunis 1965. Dokumen rahasia yang dirilis Pentagon juga mencatat keterlibatan ormas Islam.
Pemerintah Amerika Serikat akhirnya memublikasikan 39
dokumen rahasia yang mengungkap dukungan Washington terhadap pembantaian
anti komunis 1965. Dokumen yang berasal dari 1964 hingga 1968 itu juga
mencatat keterlibatan sejumlah organisasi keagamaan di tanah air.
Dalam sebuah telegram yang dikirimkan dari Surabaya pada
26 November 1965, pejabat konsuler AS menulis adanya "indikasi pembantaian
luas," antara lain pembunuhan
terhadap 15.000 simpatisanPartai Komunis Indonesia dalam sekali
pembantaian. Sebulan berselang pejabat tersebut mencatat bagaimana militer
"menyerahkan" tahanan komunis "untuk dibantai oleh warga
sipil."
Sebuah pesan kawat dari Konsulat AS di Medan memaparkan
secara detail bagaimana pemuka agama Islam menyebut pembantaian anti Komunis
sebagai sebuah kewajiban agama. Tokoh-tokoh Muhammadiyah di Medan misalnya
mengatakan simpatisan PKI sebagai "kaum kafir paling rendah dan pembunuhan
terhadap mereka serupa seperti membunuh ayam."
Para simpatisan
PKI diklaim "kebingungan dan mengaku tak tahu soal 30
September," begitu bunyi laporan Kedutaan Besar Amerika di Jakarta pada 20
November 1965.
Menyusul kampanye yang dilancarkan ABRI, sentimen
anti-Cina juga dilaporkan berkecamuk di Jawa dan Sulawesi. Pada 12
November 1965 kedutaan AS di Jakarta mengirimkan telegram yang melaporkan
"90 persen toko-toko milik warga Tionghoa di Makassar dijarah dan dibakar
pada kerusuhan 10 November yang dilakukan oleh warga sipil."
Militer juga dikabarkan menyita dan mengambil paksa
alat-alat produksi milik warga keturunan Tionghoa, termasuk pabrik penggilingan
beras dan pabrik tekstil. Hal tersebut diungkapkan Menteri Pertanian Sudjarwo.
Sejauh ini TNI masih membantah
ikut menggalang warga sipil untuk ikut terlibat dalam aksi
pembantaian. Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Wuryanto mengatakan
pembunuhan tersebut merupakan "tindakan spontan masyarakat. Kalau TNI
membiayai, biayanya dari mana? Saat itu semuanya dalam keadaan susah,” katanya
kepada BBC Indonesia.
rzn/hp (afp,rtr,bbc,detik)
Sumber: DW.Com
0 komentar:
Posting Komentar