19-10-2017 | Kritikha Varagur
Hari Selasa
(17/10) hampir 30.000 halaman dokumen yang telah dideklasifikasi dari
Kedutaan Besar Amerika di Jakarta antara tahun 1964 dan 1968 dirilis dalam
kolaborasi antara Pusat Deklasifikasi Nasional, NDC, yang merupakan bagian dari
Dinas Arsip Nasional, dan organisasi nirlaba Arsip Keamanan Nasional yang
berlokasi di Universitas George Washington.
Ini adalah
perilisan paling besar dan paling signifikan dari Pusat Deklasifikasi Nasional,
NDC, yang dibentuk tahun 2009 dengan Perintah Eksekutif Presiden Barack Obama
dalam upaya meningkatkan transparansi. Dokumen itu memberikan rincian lebih
jauh mengenai bagaimana Kedutaan Besar Amerika mendokumentasi pembantaian itu,
dan harapannya untuk menghambat gerakan buruh sementara Indonesia dalam
transisi menuju kediktatoran militer Suharto.
“Pusat Deklasifikasi Nasional menanggapi kecaman para cendekiawan selama beberapa tahun bahwa badan itu seharusnya tidak hanya menangani kasus-kasus yang mudah saja yang menyangkut hal-hal administratif, tetapi harus mempertimbangkan kepentingan publik dan kepentingan cendekiawan, dan menetapkan prioritas berdasar masukan publik,” kata Tom Blanton, direktur organisasi nirlaba Arsip Keamanan Nasional.
“Kesan awal saya adalah bahwa NDC menghindari perilisan dokumen tingkat tinggi yang paling dirahasiakan,” tambahnya. “Banyak cendekiawan telah meminta agar arsip Kedutaan Besar Amerika di Jakarta dari tahun 1960an dideklasifikasi, karena pembantaian masal dan titik balik bersejarah yang terjadi waktu itu,” tambahnya.
"Ini adalah kali pertama NDC menangani proyek karena pertimbangan kepentingan publik,” kata Bradley Simpson, profesor Universitas Connecticut yang mendirikan Proyek Dokumentasi Indonesia/Timor Timur.
Permintaan Resmi Komnas HAM
Indonesia
Simpson
mengatakan dua dokumentasi berdampak tinggi dariJoshua Oppenheimer mengenai
pembantaian masal itu, resolusi yang menyusul dari Senator Tom
Udall (D-NM) kepada Presiden Obama, dan pemintaan resmi oleh Komnas HAM Indonesiakepada
pemerintah Amerika merupakan faktor-faktor yang mendorong perilisan ini.
Simpson memimpin
sebuah tim yang terdiri dari tujuh relawan yang membantu memindai dan
mendigitalkan dokumen, yang akan diunggah ke database yang dapat dicari, kata
Simpson, yang mendirikan Proyek Dokumentasi tahun 2002. Pemerintah hanya perlu
menyerahkan arsip fisik yang ditandai telah dideklasifikasi, yang terlalu
berat, untuk para cendekiawan yang nantinya mungkin berminat pada bahan itu.
“Ini adalah cetak biru bagus untuk bagaimana Arsip Nasional dapat membuat dokumen yang tadinya terklasifikasi tersedia untuk publik,” tambah Simpson
AS Dukung Secara Materi
Pembantaian 1965-1966
Kurun waktu itu
mencakup pembantaian setengah sampai satu juta orang tersangka komunis oleh
militer Indonesia tahun 1965-66, yang waktu itu didukung secara materi oleh
Amerika.
Dampak
dokumentasi berjudul Tindak Pembunuhan dan Tampilan Kesenyapan, yang
masing-masing menyangkut pelaku dan korban pembantaian 1965-66, ini pada
perbincangan yang kembali hangat mengenai pembasmian komunis di Indonesia
sangat luar biasa. Sudah sangat lama isu ini dianggap tabu, meskipun begitu
banyak keluarga yang terimbas.
Penangkapan
simpatisan PKI (foto: Wikipedia)
“Saya khususnya berterima kasih kepada Joshua Oppenheimer atas kerjanya mengungkap pelanggaran moral yang luar biasa ini kepada publik,” kata Senator Udall dalam pernyataan hari Selasa.
"Hari ini merupakan kemajuan nyata,” kata Udall.
“Tetapi di Indonesia, banyak orang
di balik pembantaian ini tetap hidup dalam impunitas, dan para korban dan anak
cucu mereka terus dipinggirkan dan tidak diakui. Di sini di Amerika, kita harus
mendorong berlanjutnya kemajuan demokrasi di sebuah negara sekutu penting, dan
kita harus berani mengakui peran kita dalam kekejaman ini.
Perilisan
dokumen keterlibatan AS di Indonesia Mulai Tahun 2000
Perilisan dokumen mengenai keterlibatan Amerika di Indonesia dimulai tahun 2000, ketika Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat merilis Hubungan Luar Negeri Amerika Serikat, 1964-1968.
Pertanyaan yang masih ada, bahkan setelah perilisan dokumen kedutaan besar ini, adalah mengenai sifat dan lingkup dukungan Amerika untuk militer Indonesia selama pembantaian itu.
Sudah diketahui bahwa Badan Intelijen Pusat, CIA, memberikan radio kepada militer untuk mengoordinasi pembantaian-pembantaian di seluruh Indonesia, dan “daftar bunuh” berisi nama orang-orang yang terafiliasi dengan Partai Komunis. Kisah selengkapnya akan memerlukan deklasifikasi lebih jauh CIA dan Atase Pertahanan dari kurun waktu itu, kata Simpson.
Perilisan dokumen mengenai keterlibatan Amerika di Indonesia dimulai tahun 2000, ketika Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat merilis Hubungan Luar Negeri Amerika Serikat, 1964-1968.
Pertanyaan yang masih ada, bahkan setelah perilisan dokumen kedutaan besar ini, adalah mengenai sifat dan lingkup dukungan Amerika untuk militer Indonesia selama pembantaian itu.
Sudah diketahui bahwa Badan Intelijen Pusat, CIA, memberikan radio kepada militer untuk mengoordinasi pembantaian-pembantaian di seluruh Indonesia, dan “daftar bunuh” berisi nama orang-orang yang terafiliasi dengan Partai Komunis. Kisah selengkapnya akan memerlukan deklasifikasi lebih jauh CIA dan Atase Pertahanan dari kurun waktu itu, kata Simpson.
“Tetapi materi mentah pengumpulan intelijen termasuk di antara rahasia yang dijaga paling ketat oleh pemerintah Amerika. Tidak ada jaminan bahwa dokumen-dokumen itu akan diungkapkan.”
Ada
preseden bagi pemerintah Amerika untuk menggunakan dokumen yang dideklasifikasi
sebagai sarana diplomasi: tahun 2015, Menteri Luar Negeri John Kerry
menyerahkan hard disk dokumen CIA mengenai orang kuat Chile Jenderal Augusto Pinochet dan
represi militer “Perang Kotor” Argentina terhadap lawan-lawan
politiknya.
“Jadi itu mungkin dapat juga terjadi dengan Indonesia,” kata Simpson.
“Tetapi kecil kemungkinan itu terjadi sekarang ini. Saya yakin pemerintahan Trump tidak tertarik pada masalah HAM atau akuntabilitas sejarah, di Indonesia maupun negara lain manapun.” [ds]
Sumber: VoA Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar