27/10/2017 | Fathiyah Wardah
Menko Polhukam Wiranto di kantor kementerian Polhukam,
Kamis 9 Maret 2017. (Foto: dok).
Komisi
untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak pemerintah
membentuk komisi kepresidenan untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia
berat di Indonesia.
JAKARTA — Kepala
Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Feri Kusuma kepada VOA mengatakan komisi
kepresidenan ini sangat penting dibentuk oleh pemerintah karena selama ini
kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu tidak kunjung ada
penyelesaiannya.
Komisi kepresidenan ini, kata Feri, dapat menjadi
akselerator untuk mempercepat proses penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM
berat masa lalu yang saat ini mandek di Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.
Menurutnya pembentukan komisi kepresidenan ini bisa
mempercepat dan mempermudah kerja presiden dalam penyelesaian kasus-kasus
pelanggaran HAM. Komisi ini, tambahnya, bertugas melakukan kajian atas
temuan-temuan yang sudah dilakukan oleh tim pencari fakta gabungan atau dari
Komnas HAM.
Setelah itu, lanjutnya, tim ini akan menentukan, di
antara kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi, mana peristiwa
yang bisa diselesaikan melalui mekanisme hukum atau yudisial dan kasus mana
yang bisa diselesaikan lewat mekanisme non-yudisial.
Komisi tersebut, tambah Feri, untuk mempermudah
pengambilan kebijakan oleh presiden. Feri mengatakan tim ini bersifat ad
hoc dan bekerja cepat dan langsung merekomendasikan langkah-langkah
yang bisa diambil oleh presiden.
Komisi ini, kata Feri, diharapkan diisi oleh
orang-orang yang berintegritas dan bukan dari unsur partai politik. Komisi itu
tambahnya langsung berada di bawah tanggung jawab presiden dan bukan menteri.
"Dinamika ketidakpastian terhadap penyelesaian kasus ini, komisi kepresidenan ini harus menjadi lembaga yang bisa memecah kondisi kebuntuan ini dan mencari solusi bagaimana hak korban ini bisa dipenuhi," kata Feri.
Feri menambahkan pembentukan komisi kepresidenan itu
bertujuan untuk mempercepat pemenuhan hak para korban pelanggaran HAM.
Dalam kasus penyelesaian kasus pelanggaran HAM ini
lanjut Feri para korban menginginkan adanya pengungkapan kebenaran terlebih
dahulu.
Setelah proses itu dilakukan, tambahnya, baru dapat
dilakukan rekonsiliasi antara korban atau keluarga korban dengan pemerintah.
"Komisi kepresidenan bisa memberikan rumusan itu, seperti apa langkah yang harus dilakukan presiden, kasus mana yang harus dibawa ke pengadilan HAM," lanjutnya.
Menurut Feri, komisi kepresiden yang digagas oleh
KontraS tersebut sama halnya dengan komisi ad hoc yang dikemukakan oleh
presiden Jokowi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2015-2019.
Feri menilai sampai saat ini belum ada satu tindakan
maupun komitmen dari Jokowi untuk segera membuat komite tersebut.
Padahal, lanjutnya, Jokowi merupakan satu-satunya
presiden yang secara eksplisit menjanjikan penyelesaian kasus pelanggaran HAM
masa lalu, yang telah disampaikan dalam nawacitanya dan dalam RPJMN.
Sekretaris Menteri Koordinator Politik, Hukum dan
Keamanan Letnan Jenderal Yoedhi Swastanto enggan menanggapi pembentukan komisi
baru yang diusulkan oleh KontraS. Menurutnya permasalahan HAM berat sudah cukup
ditangani dua tim terpadu di bawah Kementerian Koordinator Polhukam.
Sebelumnya
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menyatakan pemerintah
berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tetapi
menemukan sejumlah kendala.
"Terkait masalah HAM, betapa sulitnya kita untuk menyelesaikan tuduhan pelanggaran HAM masa lalu karena sudah begitu panjangnya masa yang dilalui maka para aparat penegak hukum baik Komnas HAM, kepolisian dan kejaksaan, untuk menemukan saksi dan bukti sangat sulit," jelas Wiranto.
Setidaknya
ada tujuh kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum diselesaikan oleh
pemerintah. Ketujuh kasus pelanggaran HAM tersebut yaitu penghilangan dan
penyiksaan orang pada 1965-1966, penembakan misterius pada 1982-1985, peristiwa
Talangsari Lampung pada 1989, kerusuhan dan penghilangan orang secara paksa
1997-1998, Tragedi Trisakti 1998, Tragedi Semanggi dan pembunuhan di Wamena
Wasior, Papua. [fw/lt]
0 komentar:
Posting Komentar