Rizki Akbar Hasan - 18 Okt
2017, 18:20 WIB
Potret situasi di Indonesia pada 1965 (AP Photo)
Jakarta - Baru-baru ini, sejumlah dokumen rahasia
milik pemerintah Amerika Serikat yang berisi tentang Tragedi 1965 di Indonesia,
terungkap ke publik.
Dokumen tersebut berupa komunikasi kawat diplomatik
antara perwakilan diplomatik AS di Indonesia dengan Washington DC pada periode
1963 - 1966.
Isinya mengindikasikan bahwa pemerintah AS lewat
kedutaannya di Jakarta mengetahui --bahkan diduga mendukung-- pihak di balik
peristiwa berdarah pembunuhan massal orang-orang yang terkait atau diduga
memiliki hubungan dengan PKI. Demikian seperti dikutip dari Associated
Press, Rabu (18/10/2017).
Dokumen yang telah di-deklasifikasikan itu diunggah oleh
lembaga non-profit National Security Archive (NSA) di George Washigton University,
National Declassification Center (NDC), dan lembaga negara National Archives
and Records Administration (NARA).
Ketika ditanya oleh sejumlah jurnalis di Jakarta terkait
informasi tersebut, pihak Kementerian Luar Negeri RI mengonfirmasi eksistensi dokumen
itu.
Pihak Kemlu RI juga menyampaikan sikap pemerintah --dari
sudut pandang Kemlu-- mengenai laporan yang terkandung dalam dokumen tersebut.
"Dokumen itu tampak seperti rangkaian komunikasi antara Kedutaan Besar AS di Jakarta dengan pemerintah AS, serta posisi mereka (Kedubes AS) terkait situasi pada masa 1963 - 1966. Tapi kita belum tahu betul isi detailnya seperti apa," jelas Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, Rabu (18/10/2017).
"Kalau ditanya sikap terkait hal itu, saya sampaikan bahwa kita (pemerintah) perlu memeriksa akurasi, serta akses dan informasi yang mereka terima yang tercantum dalam laporan dokumen tersebut. Kita juga harus sesuaikan dan memeriksa dokumen tersebut dengan kejadian yang sebenarnya di Indonesia," tambah Arrmanatha.
Sang jubir juga menjelaskan, "Buat Indonesia penanganan dan rekonsiliasi nasional justru yang kita utamakan. Pemerintah pun sudah mengupayakan berbagai langkah rekonsiliasi terkait Tragedi 1965."
Apa yang Diungkap
Dokumen Tersebut?
Seperti dikutip dari laman resmi NSA-George Washington
University nsarchive.gwu.edu pada Rabu (18/10/2017), ada 39 dokumen,
dengan total 30.000 halaman, yang merupakan kawat diplomatik Kedutaan Besar AS
di Jakarta, Indonesia, dari tahun 1964-1968.
Ada dokumen yang membahas periode pergolakan dalam
sejarah Indonesia, hubungan Jakarta-Washington yang sempat memburuk,
konfrontasi dengan Inggris terkait pembentukan Negara Federasi Malaysia,
meningkatnya ketegangan antara Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia,
meningkatnya radikalisasi pada era Presiden Sukarno, dan perluasan operasi
rahasia AS yang bertujuan memicu bentrokan antara Angkatan Darat dan PKI.
"Puncaknya adalah, upaya pembersihan para pimpinan Angkatan Darat dalam Gerakan 30 September (G 30 S) -- yang dilakukan sejumlah pejabat militer yang bekerja sama dengan pimpinan PKI," demikian dimuat dalam situs National Security Archive.
"Setelah menumpas upaya kudeta, yang menewaskan enam jenderal Angkatan Darat, militer dan paramiliter pendukungnya melancarkan kampanye pemberantasan PKI dan organisasi pendukungnya, yang menewaskan 500 ribu terduga pendukung PKI antara Oktober 1965 dan Maret 1966, memenjarakan jutaan lainnya, dan akhirnya menyingkirkan Sukarno dan menggantikannya dengan Jenderal Soeharto, yang memerintah Indonesia selama 32 tahun sebelum dilengserkan pada Mei 1998."
Mengutip BBC, Tragedi 1965 adalah pembunuhan massal
paling mengerikan pada Abad ke-20, namun saat itu, sejumlah orang menilai,
Washington memilih bungkam.
Dokumen-dokumen yang terkuak memperlihatkan, staf kedubes
AS mendeskripsikan informasi yang mereka dapatkan terkait Tragedi 1965.
Salah satunya dokumen Telegram 183 dari Konsulat AS di
Surabaya untuk Kedutaan Besar AS di Jakarta.
Dalam kawat diplomatik tersebut, tertera keterangan
seorang misionaris yang baru kembali dari Kediri pada 21 November 1965, yang
mengaku mendengar pembunuhan besar-besaran terjadi di Tulungagung, di mana
sekitar 15 ribu terduga pendukung PKI tewas.
Sementara itu, Telegram 1516 dari Kedubes Amerika Serikat
di Jakarta untuk Menteri Luar Negeri AS mengungkapkan pembicaraan seorang
pengamat dari Barat dengan para aktivis PKI di Jakarta dan Jawa Tengah,
termasuk Yogyakarta.
Disebutkan dalam bagian akhir dokumen bertanggal 20
November 1965, seorang 'jurnalis Australia yang terpercaya, yang lancar bicara
Indonesia, adalah wartawan Barat yang mengunjungi Jawa Tengah pada 10 Oktober
1965.
"Ia mengaku bicara dengan kader PKI di sejumlah lokasi di Jawa Tengah (Tegal dan Purwokerto disebutkan secara spesifik) dan menemukan kebingungan dan klaim tak tahu menahu tentang G 30 S," demikian isi dokumen rahasia itu.
Pengumpulan dokumen, yang sebagian besar telah
dideklasifikasikan, diproses oleh National Declassification Center sebagai
tanggapan atas meningkatnya minat masyarakat terhadap data-data rahasia AS
terkait Tragedi 1965.
Pengungkapan dokumen-dokumen rahasia tersebut diminta
oleh aktivis hak asasi manusia baik dari AS dan Indonesia, pembuat film, serta
sekelompok Senator AS yang dipimpin oleh Tom Udall dari Partai Demokrat AS.
Dalam sebuah kolaborasi yang belum pernah terjadi
sebelumnya, Arsip Keamanan Nasional atau National Security Archive bekerja sama
dengan National Declassification Center (NDC), untuk membuat keseluruhan
koleksi tersebut bisa diakses publik, dengan memindai dan memajangnya dalam
bentuk digital.
Dokumen tersebut akan dimasukkan ke dalam Arsip Nasional
dan Administrasi Arsip (NARA).
Setelah selesai, ilmuwan, jurnalis, dan peneliti dapat
mencari dokumen berdasarkan tanggal, kata kunci, atau nama.
Dari 30.000 halaman yang diproses oleh NDC, beberapa
ratus dokumen tetap diklasifikasikan dan sedang menjalani peninjauan lebih
lanjut sebelum, rilis dijadwalkan pada awal 2018.
Sementara beberapa dokumen dalam koleksi ini
dideklasifikasi dan disimpan di NARA atau Perpustakaan Kepresidenan Lyndon
Johnson pada akhir 1990-an. Ribuan halaman akhirnya bisa dibaca untuk pertama
kalinya setelah lebih dari 50 tahun tersimpan.
0 komentar:
Posting Komentar