Senin, 05 Oktober 2015

Menelusuri Jejak Letkol Untung di Kebumen

05-10-2015 



Seorang warga sedang mnenjemur pakaian di bekas rumah Letkol Untung di Dukuh Kedung Bajul Desa Bojongsari Kecamatan Kalianget Purbalingga, Kamis (17/9). Rumah Untung sendiri saat ini sudah tak berbekas, oleh pemilik baru Yono tanah bekas rumah Untung ditanami sayuran.
Letnan Kolonel Untung disebut-sebut terlibat dalam Gerakan 30 September 1965. Sejarah versi Orde Baru mencatatnya sebagai otak gerakan tersebut bersama Dipa Nusantara Aidit. Letkol Untung yang waktu itu menjabat sebagai komandan pasukan Cakrabirawa, pasukan pengawal presiden, dituding telah menggerakan pasukannya untuk menculik dan membunuh petinggi Angkatan Darat waktu itu yang kelak disebut pahlawan revolusi. 
Sejarah mencatatnya demikian. Namun, bagi sebagian orang, Letkol Untung hanyalah orang yang dikambinghitamkan oleh sejarah. Hingga kini perannya masih misterius, semisterius orangnya. Ada yang percaya kalau sebenarnya Letkol Untung masih hidup.


“Oleh orang tuanya, ia diberi nama Kusmindar,” terang Sadali, 71 tahun, tetangga dekat Untung.

Nama Untung diberikan oleh Soekarno ketika ia berhasil menjalankan tugasnya di operasi pembebasan Irian Barat tahun 1962.

Untung dilahirkan di Dusun Kedung Bajul Desa Bojongsari Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen, sekitar 84 tahun lalu. Desa ini terletak sekitar enam kilometer dari Kota Kebumen. Penduduknya terkenal religious. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai pembuat peci. Selain itu, desa ini juga terkenal sebagai basis Angkatan Oemat Islam pada waktu itu.

Untung mempunyai kakek bernama Slamet. Waktu itu, Slamet bekerja sebagai tukang sapu di Pasar Seruni Desa Bojongsari.

Slamet mempunyai lima orang anak. Dari yang paling besar, anak Slamet bernama Dulah Mukri, Samsuri, Musa, Mukinem dan Mukinah. Saat ini semuanya sudah meninggal dunia.

Untung sendiri merupakan anak pertama Dulah Mukri. Dulah Mukri menikah sebanyak tujuh kali. Sedangkan Untung merupakan anak dari istri kedua Dulah Mukri. “Ibunya Untung, saya luipa namanya, bekerja sebagai pemain wayang orang di desa kami,” ujar Sadali.

Sedangkan Dulah mukri bekerja di Toko Bawa Patjar di Solo. Ia bekerja sebagai tukang ngloyor di kerajinan batik milik Babeh Jiong. Letak toko itu berada di jalan Choyudan Solo.

Untung menghabiskan masa kecil di Kebumen sekitar sepuluh tahun. Ia sekolah di SR Seruni hingga kelas tiga. Pada umur 10 tahun, Untung ditinggal ibunya entah kemana. “Ibunya kawin lagi dengan orang lain,” kata Sadali.

Sepeninggal ibunya, Untung hijrah ke Solo. Ia diangkat sebagai anak oleh Samsuri, adik Dulah Mukri. Kebetulan Samsuri tidak punya anak. “Makanya ia lebih dikenal sebagai Untung bin Samsuri,” imbuhnya. Untung disekolahkan Samsuri hingga lulus SMP.

Tahun 1943, Untung masuk Heiho. Setelah Indonesia merdeka Untung bergabung dengan TNI.

Tahun 1958, Untung masuk Raiders Banteng di Gombel dekat Semarang. “Tahun 1961 pangkatnya Mayor, ada satu bintang putih di pangkatnya,” terangnya.

Setelah itu, Untung bertugas di Irian Barat sekitar tahun 1961. Menurut Darmaji, bawahan Untung, yang pernah bercerita ke Sadali, Untung termasuk prajurit cerdas.

Pada saat pembebasan Irian Barat, Untung menggunakan strategi yang tidak lazim. Waktu itu, untuk mengelabuhi Belanda ia menerangi hutan-hutan di Irian. Sementara di bagian kota, tidak ada cahaya sama sekali. Belanda pun tertipu. Dan Untung berhasil masuk kota-kota di Irian Barat.

Karena keberhasilannya itu, Soekarno menaikan pangkatnya menjadi Letnan Kolonel. Tak hanya itu, nama Kusmindar diganti oleh Soekarno menjadi Untung. “Biar beruntung,” ujar Sadali.

Setelah dewasa, Sadali bertemu Untung pada tahun 1957-1958. Waktu itu Sadali juga berjualan batik. Tahun itu Untung masih berdinas di Gombel. Setiap sebulan sekali, Untung pulang ke rumah Samsuri di Solo. Tepatnya di daerah Keparen, jalan Choyudan yang deket dengan Pasar Klewer.

Untung di mata Sadali merupakan orang yang cukup baik. Jika bertemu, Untung selalu mengajak ngobrol Sadali. “Kebetulan Kusmindar teman satu kelas kakak saya, Mohammad Suardi di SR Seruni dari kelas satu hingga kelas tiga,” katanya.

Jika bertemu Untung selalu memberi nasehat kepada Sadali. “Sesama orang Kebumen di perantauan harus saling membantu,” begitu nasehat Untung kepada Sadali.

Menurut Sadali, dalam berbicara Untung selalu menggunakan kata-kata yang halus. Meskipun tubuh Untung berperawakan tinggi besar khas tentara. Untung juga dikenal suka mengaji baik saat kecil maupun sudah dewasa.

Mashud Efendi, 69 tahun, yang rumahnya berdekatan dengan rumah Untung juga mempunyai kesan yang sama. “Jenderal Untung memang dikenal kharismatik,” ujar Mashud.

Tak hanya Mashud yang menyebut Letkol Untung dengan sebutan Jenderal. Kepala Desa Bojongsari, Mohammad Asibun, yang umurnya baru 40 tahun juga menyebut Untung dengan sebutan Jenderal. “Paling tidak ada orang Kebumen yang berhasil membebaskan Irian Barat,” katanya.

Cerita tentang Untung di Desa Bojongsari berhenti sampai di situ. Sebab, kata Sadali dan Mashud, sejak pindah ke Solo, Untung tak pernah menginjakan kaki di Bojongsari lagi. “Pada saat menikah, kerabat di sini maupun tetangga juga tidak dikabari,” kata Sadali.

“Mungkin karena ia sudah menjadi orang besar,” sambung Mashud.
Termasuk tanah beserta rumah peninggalan kakek Untung, juga tak pernah diurus oleh Untung. Ada sedikit cerita tentang tanah dan rumah yang pernah ditinggali Untung.

Sadali berkisah, tanah yang ditempati Slamet, kakek Untung, sebenarnya milik Reja Mualam. Reja ini kakeknya Sadali. Waktu itu, Slamet sebagai tukang sapu pasar hidupnya berada di bawah garis kemiskinan. Merasa kasihan dengan Slamet, Reja memberikan sepetak tanah untuk ditinggali Slamet.

Belakangan, Slamet justru mengaku tanah tersebut merupakan miliknya. Hingga akhirnya diwariskan kepada kerabat Slamet setelah Slamet meninggal.
Sepeninggal Slamet, tanah tersebut diwariskan kepada tiga orang yakni Musa, Mukinah, dan Mukinem. Ketiganya masih saudara dari Dulah Mukri, ayah Untung.

Tidak ada bekas sama sekali peninggalan rumah Untung. Luasnya sekitar 700 meter persegi. Kini tanah tersebut dimiliki oleh Suyono, masih kerabat Untung juga.

Di atas tanah tersebut kini telah dibangun pondasi rumah. Tanaman bayam dan terong nampak tumbuh di atas tanah berpondasi tersebut. Sebuah pohon papaya juga nampak tumbuh di atasnya. Suyono juga memanfaatkan tanah tersebut sebagai tempat menjemur pakaian.

Masih menurut Sadali, Untung juga mempunyai rumah di Solo. Rumahnya itu terletak di daerah Soniten, jalan Gumlegan, dekat pasar Klewer. Pada waktu itu, Soniten dikenal sebagai basis kader Pemuda Rakyat. 

Saat ini rumah tersebut ditinggali oleh Kausar. Kausar sendiri merupakan saudara Untung dari Istri pertama Dulah Mukri. Selain Kausar, ada juga kerabat Untung yang lain bernama Sukir. Sukir ini anak dari Mukinah. Sukir juga tinggal di Soniten.

Arisandria
http://purwokertokita.com/telisik/menelusuri-jejak-letkol-untung-di-kebumen.html

0 komentar:

Posting Komentar