Tempo.Co | Jumat, 23 Oktober 2015 16:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri festival sastra dan budaya Ubud, Bali (Ubud Writers & Readers Festival), Janet DeNeefe, mengaku kecewa atas larangan sesi pembahasan peristiwa yang terjadi pada 1965 atau yang dikenal dengan G30S/1965 dalam festival yang diadakan mulai 28 Oktober hingga 1 November 2015.
"Sebagai penyelenggara festival, misi kami adalah untuk membuka pemikiran orang dan kita bisa bersama-sama duduk dan berdiskusi tentang peristiwa ini. Namun setelah kita mencoba membicarakan dan bernegosiasi dengan pemerintah setempat, kami harus merelakan sesi ini dibatalkan," kata Janet DeNeefe dalam siaran pers di situs laman resmi Ubud Festival http://www.ubudwritersfestival.com/media-centre/.
Setelah 12 kali festival diselenggarakan, baru kali ini festival prestisius yang diadakan di Ubud, Bali, tersebut mendapat kecaman dari pemerintah. Janet mengatakan sudah saatnya Indonesia membuka diri dan mengenang peristiwa tersebut karena sudah berlangsung lama, yakni 50 tahun yang lalu.
Janet juga mengatakan pihaknya telah berusaha keras bernegosiasi dengan pemerintah setempat jauh-jauh hari sebelum festival diselenggarakan. Sayangnya, hal tersebut tidak mendapat tanggapan dari pemerintah setempat. Alih-alih diizinkan, pemerintah malah mengancam festival tersebut akan dibubarkan apabila sesi diskusi tentang 1965 tetap disisipkan dalam rundown acara.
"Kami telah berusaha keras berminggu-minggu untuk bernegosiasi agar sesi ini dapat terlaksana. Tapi, sungguh mengecewakan dan menyedihkan. Setelah segala usaha kami lakukan, izin festival akan dicabut jika sesi 1965 tidak dihapus," kata Janet.
Pada peristiwa 1965 lalu, diperkirakan sekitar 500 ribu sampai 1 juta orang berlabel 'komunis' dibantai secara massal pada 1965-1966. Badan intelijen Amerika Serikat, CIA, mendeskripsikan hal tersebut sebagai peristiwa pembunuhan massal tersadis sepanjang abad 20. Peristiwa ini adalah sejarah gelap dan terburuk bagi masyarakat Indonesia, yang sampai sekarang masih sensitif karena banyak organisasi keagamaan dan militer terlibat dalam peristiwa ini.
DESTRIANITA K
Sumber: Tempo.Co
0 komentar:
Posting Komentar