Jumat, 23 Oktober 2015

Sjam Kamaruzzaman dan Kerja Rahasia Biro Khusus PKI

Hasan Kurniawan |Jum'at, 23 Oktober 2015 - 05:05 WIB

Sjam Kamaruzzaman dalam sidang Mahmilub (foto:Istimewa/Hasan)

SOSOK Sjam Kamaruzzaman sering disebut-sebut sebagai otak perencana Gerakan 30 September 1965 dan namanya kerap dikait-kaitkan dengan Ketua Comite Central (CC) Partai Komunis Indonesia (PKI) Dipo Nusantara (DN) Aidit.

Banyak pertanyaan menggantung tentang sosok satu ini dan sepak terjangnya dalam pemberontakan yang terjadi 50 tahun lalu itu. Demikian bahasan Cerita Pagi kali ini akan mengulas secara singkat sosok paling misterius itu.

Sebelum masuk lebih jauh tentang sepak terjang Sjam, baiknya kita ikuti secara singkat perjalanan hidupnya menurut paparan anggota CC PKI dalam buku Manai Sophiaan yang berjudul Kehormatan Bagi yang Berhak, Bung Karno Tidak Terlibat G30S/PKI.

Dalam paparannya, diterangkan bahwa Sjam pertama kali muncul dalam masa-masa sulit di zaman pendudukan tentara Jepang. Saat itu, anak Penghulu Pengganti di Tuban ini masih duduk di bangku sekolah dagang di Yogyakarta.

Selama di Yogyakarta, pria yang lahir di sebuah kota di Pantura tahun 1924 itu aktif dalam gerakan pemuda bawah tanah melawan fasisme Jepang. Guru politiknya saat itu adalah anggota Partai Sosialis Djohan Sjahroezah dan Wijono.

Pada masa Revolusi 1945, Sjam aktif dalam Kelompok Pathuk di Yogyakarta. Di tempat ini, dia bertemu dan terlibat dalam jaringan Soeharto yang kemudian menggantikan Presiden Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia. 

Aktivitas Sjam di Pathuk ini kemudian hari dikait-kaitkan dengan aktivitasnya sebagai mata-mata Angkatan Darat (AD) yang bekerja untuk Soeharto dalam menghancurkan PKI dan menggulingkan Soekarno dari kursi kekuasaan.

Saat terjadi perpecahaan dalam tubuh Partai Sosialis tahun 1948 antara Sutan Sjahrir dan Amir Syarifuddin, Sjam berpihak ke kubu Amir Syarifuddin dan terlibat dalam peristiwa Madiun yang menewaskan ribuan anggota dan simpatisan PKI.

Sjam lolos dalam "pembersihan" gelombang pertama komunis di Indonesia itu. Dia lalu menyusup ke Jakarta dan mengorganisir buruh pelabuhan dengan mendirikan Serikat Buruh Pelabuhan dan Pelayanan (SBPP) di Tanjung Priok.

Selain Sjam, tokoh Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang berhasil lolos dalam pembersihan itu adalah DN Aidit dan Moh Lukman. Kedua tokoh FDR lolos dari Madiun dengan menyusup kapal yang berangkat menuju ke Tanjung Priok.

Dengan menyamar sebagai penumpang gelap dari Vietnam, Aidit dan Lukman akhirnya ditangkap setibanya di Tanjung Priok karena tidak bisa menunjukkan paspor. Namun, berkat kelihaian Sjam keduanya bisa dibebaskan dari penahanan.

Keberhasilan Sjam dalam membebaskan Aidit dan Lukman tidak dilupakan oleh Aidit. Saat Aidit dan Lukman mengambil alih kepemimpinan PKI dari tangan Alimin dan Tan Ling Djie, dia merangkul Sjam ke dalam kelompoknya.

Kedekatan Aidit dengan Sjam sempat menimbulkan polemik. Tokoh PKI angkatan tua yang lebih mengenal Sjam menilai, dia sangat berbahaya bagi partai. Sifat Sjam yang suka membual, agresif dan tidak sabar dinilai sangat berbahaya.

Namun, Sjam merupakan sahabat Aidit. Kepadanya, Aidit bahkan menyerahkan kepemimpinan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Tidak hanya itu, dia bahkan dikabarkan menyekolahkan Sjam ke Republik Rakyat China (RRC).

Pengiriman Sjam ke RRC untuk mendalami pengetahuannya tentang strategi militer. Pengalaman Sjam di bidang kemiliteran pada masa Revolusi 1945 saat memimpin Laskar Tani membuatnya dipercaya untuk menjalin hubungan dengan militer.

Sekembalinya ke Tanah Air dari RRC, Sjam langsung dimasukkan ke dalam Komite Militer PKI yang kemudian berganti nama menjadi Biro Chusus (BC). Dalam biro ini, Sjam memiliki kekuasaan yang sangat luas dan besar.

Pembentukan Komite Militer dan BC PKI ini sangat rahasia. Di kalangan anggota PKI dan simpatisan PKI sendiri tidak banyak yang mengetahui keberadaannya. Dalam biro ini, Sjam hanya berhubungan dengan Aidit.

Dalam partai komunis dan partai lainnya, keberadaan BC bukan suatu hal yang aneh. Dalam setiap partai, keberadaan biro ini bisa dipastikan selalu ada dan memainkan peran penting yang menentukan arah partai. 

Biro Chusus biasanya bertalian erat dengan kinerja intelijen pihak lain, dan harus dipimpin oleh orang yang benar-benar bisa dipercaya serta diandalkan. Pada biro inilah kunci keberhasilan dari suatu operasi partai dijalankan.

Seperti namanya, anggota biro ini tidak bisa diketahui oleh sembarang orang kecuali ketuanya sendiri. Bahkan, Ketua CC PKI DN Aidit pun tidak mengetahui hirarki dalam BC. Demikian biro ini bekerja sangat rahasia.

Menurut keterangan anggota BC, diketahui bahwa BC Pusat berada di Jakarta. Pimpinan biro ini terdiri dari Sjam sebagai ketua, Pono sebagai wakil, Bono sekretaris, Wandi bendahara dan Hamim sebagai pelatih kader BC. 

Kelima pimpinan biro itu tidak dikenal sebagai anggota PKI. Meski mereka adalah para kader PKI yang militan. Namun secara organisai mereka sengaja dipecat dan dijelek-jelekkan sehingga hubungan mereka dengan anggota partai menjadi jauh. 

Antara anggota BC pusat, provinsi dan daerah pun mereka tidak saling mengenal satu dengan yang lain, kecuali para anggota Comite Daerah Besar (CDB). Bahkan istri anggota BC di rumah tidak boleh terlibat dalam PKI. 

Sjam memaksa istrinya untuk mengundurkan diri dari aktivitas Barisan Tani Indonesia (BTI) dan tidak boleh melakukan aktivitas revolusioner. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kecurigaan pihak luar dan menjaga kerahasiaan BC. 

Dalam sebulan, kelima anggota BC Pusat bertemu. Untuk menjaga keamanan, mereka sengaja tidak memiliki kantor dan bertemu di sembarang tempat sesuai kesepakatan. Dalam pertemuan itu juga tidak ada rapat-rapat. 

Setiap bertemu, anggota BC Pusat akan saling bertukar informasi dan perkembangan tugasnya masing-masing. Hasil pertemuan itu lalu diberikan kepada Aidit. Dari BC Pusat, hanya Sjam yang boleh dan bisa berhubungan dengan Aidit.

Selain pertemuan bulanan, anggota BC Pusat juga menggelar pertemuan-pertemuan tidak sebagai kelompok. Biasanya untuk bertemua satu sama lain atau memenuhi kontak tertentu, mereka tidak akan menunggu lebih dari 10 menit. 

Jika dalam waktu 10 menit mereka tidak datang, maka keterlambatan itu diartikan sebagai kemungkinan orang yang ditunggu telah tertangkap. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat melihat anggota BC Pusat ini sebagai pengusaha biasa.

Kendati mereka setiap saat datang ke rumah Aidit dan kantor CC PKI, agen-agen intelijen Angkatan Darat (AD) yang memantau kantor CC PKI dan rumah Aidit tidak akan menyadari kehadiran mereka yang datang sebagai orang biasa. 

Hal ini terbukti dengan tidak adanya yang memantau aktivitas Sjam selama Agustus hingga September 1965, di mana aktivitas pertemuan Sjam dengan Aidit semakin ditingkatkan guna mematangkan perencanaan G30S. 

Anggota inti BC Pusat yang terdiri dari Sjam, Pono, dan Bono, adalah orang-orang yang bertanggung jawab dalam memelihara hubungan dengan perwira-perwira militer. Mereka masing-masing memiliki kartu identifikasi resmi intelijen militer. 

Dengan identitas ganda tersebut, mereka bisa dengan leluasa keluar masuk fasilitas kemiliteran di Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan kepolisian. Ketiganya bahkan membangun kontaknya sendiri-sendiri. 

Dalam persidangan Mahmilub tahun 1967, Sjam menceritakan bagaimana BC merekrut para perwira militer. Tujuan dari perekrutan itu bukan untuk menjadikannya sebagai anggota PKI, tetapi untuk membuat mereka bertindak atas nama PKI. 

Seperti yang terjadi pada Desember 1964, ketika Waperdam III Chaerul Saleh menuduh PKI mempunyai rencana merebut kekuasaan negara tahap demi tahap. Tuduhan ini berdasarkan sebuah dokumen yang memaparkan rencana rahasia tersebut. 

Akibat tuduhan Chaerul Saleh yang dekat dengan Partai Murba itu Aidit diperiksa oleh polisi militer. Kemudian Aidit menyuruh Sjam agar memerintah BC untuk menggagalkan perkara itu dan berhasil cemerlang dengan pembebasan Aidit.

Aidit juga meminta kepada BC agar mengontak jaringan militernya untuk membayangi pengawalan yang dilakukan militer saat dirinya bepergian ke luar kota. Aidit mengaku tidak percaya dengan pengawalan militer yang diberikan kepadanya. 

Salah satu perwira yang berhasil direkrut BC adalah Supardjo. Dengan bantuan PKI, Supardjo menggelar taktik "Pagar Betis" tahun 1960 dalam memberantas pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan berhasil dengan gemilang. 

Menurut Heru Atmodjo, Supardjo terkesan dengan Sjam karena mengira dia pernah dikirim ke RRC sebagai komisaris politik untuk pasukan militer. Namun, informasi ini dibantah anggota BC yang mengenal Sjam. 

Menurutnya, Sjam tidak pernah mengikuti latihan militer di RRC. Kepergian Sjam ke RRC dikatakannya hanya untuk keperluan berobat. Namun kesan Sjam sebagai wakil PKI telanjur membuatnya terkesan.

Benedict Anderson yang menyaksikan sidang Mahmilub perkara Sjam tahun 1967 menyatakan, dirinya tidak bisa percaya bahwa Sjam merupakan kader PKI karena retorikanya datang langsung dari aktivisme nasionalis tahun 1940 akhir.

Sebagai anggota PKI, Sjam juga diketahui tidak pernah membaca buku-buku Marxisme-Leninisme. Prinsipnya hanya satu, mengabdi kepada Aidit. Dia melihat Aidit sebagai Stalin dan Mao versi Indonesia yang diagung-agungkan. 

Menurut Sjam, ideologi partai adalah cinta kepada partai. Saat PKI telah hancur pada tahun 1967, Sjam kembali ke sifat oportunisnya. Dia berusaha menyalamatkan dirinya sendiri dan menghianati kawan-kawannya sendiri. 

Dalam kesaksiannya, Sjam menyebut dua perwira militer yang menjadi bagian dari BC. Salah seorang dari mereka akhirnya ditangkap dan dipenjarakan akibat pengakuan dari Sjam. Dia juga menyebut lebih banyak nama lagi. 

Dengan memberikan informasi yang dibutuhkan dan bukan yang benar, Sjam berharap hidupnya akan lebih panjang. Setelah 10 kali disidang, pengadilan menjatuhkan vonis mati kepadanya tahun 1968 dan baru tahun 1986 hukuman itu dilakukan.
Demikian ulasan singkat Cerita Pagi tentang Sjam Kamaruzzaman dan Kerja Rahasia Biro Khusus PKI ini diakhiri. Semoga memberikan manfaat. 

Sumber Tulisan
Manai Sophiaan, Kehormatan Bagi yang Berhak, Bung Karno Tidak Terlibat G30S/PKI, Visimedia, Cetakan Kedua 2008.
Murad Aidit, Aidit Sang Legenda, Panta Rei, Cetakan Pertama, September 2005.
John Roosa, Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, Hasta Mitra, Cetakan I 2008. 
Pater Dale Scott, Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno 1965-1967, Vision 03, Cetakan Kedua September 2003. 

Sumber: SindoNews 

0 komentar:

Posting Komentar