Kamis, 01 Oktober 2015

'Genjer-genjer' Bersuara Lantang di Negeri Orang


Rizky Sekar Afrisia, CNN Indonesia | Kamis, 01/10/2015 19:55 WIB

Tomi Simatupang tak ragu menyanyikan Genjer-genjer di Jerman. (Dok. Facebook/Tomi Simatupang)

Jakarta, CNN Indonesia -- Genjer-genjer nong kedokan pating keleler
Emak'e thole teko-teko mbubuti genjer

Bahkan sepenggal lirik dari lagu Genjer-genjer itu pun tidak pernah terdengar lagi di masa Orde Baru. Lagu ciptaan Muhamad Arief itu dicap Partai Komunis Indonesia (PKI). Konon, lagu itu mengiringi tarian mesum para Gerwani.

Namun di Jerman, lantunan Genjer-genjer justru terdengar nyaring. Di mana pun Tomi Simatupang, pemuda asal Indonesia yang satu ini duduk sembari memetik gitar, di sana Genjer-genjer mengalun. Lagu itu bahkan "naik kelas," dimainkan di kafe-kafe yang dipadati orang.

Tomi merupakan pemusik Indonesia, sekaligus putra dari sutradara dan aktor Landung Simatupang. Ia tinggal di Jerman bersama ibunya sejak usia 10 tahun. Tomi pertama mendengar Genjer-genjer saat pemutaran wajib film Pengkhianatan G30S PKI pada masa Orba.
"Melodi genjer-genjer mengiringi salah satu adegan yang paling sadis," kata Tomi melalui surat elektronik kepada CNN Indonesia. Saking traumatisnya adegan itu, ingatan tentang Genjer-genjer di kepala Tomi terdesak.

Bertahun-tahun kemudian, ia kembali mendengar lantunan lagu yang sama dalam film Gie. "Kali itu versi Bing Slamet dengan aransemen Jack Lemmers," tuturnya. Tomi langsung terobsesi.
Menurutnya, melodi Genjer-genjerseperti lagu anak-anak dan mudah diingat. Pola rima serta paduan lirik dan lagunya, bagi Tomi, menunjukkan Genjer-genjer karya maestro. Ia lantas mempelajari sejarah di balik lagunya.

Tomi pun tahu, lagu itu mengisahkan proses memanen sampai memakan tanaman genjer. Itu sejenis rumput liar yang biasanya dianggap pengganggu pada masa penjajahan Jepang, lantaran rakyat Indonesia sangat kesulitan.

Lagu itu sejatinya tidak ada kaitan dengan PKI. Plesetan menjadi Jenderal-jenderalsebagaimana yang pernah diterbitkan di Harian KAMI usai peristiwa G30S, menurut Tomi, disebabkan kepolosan dan kenetralan lagu yang sudah diciptakan sejak sekitar 1953 itu.

Merasa lagu itu mewakili Indonesia, ia pun memutuskan membawakannya di Jerman. 

"Saat itu hampir tidak ada orang yang kenal, apalagi mempermasalahkan," kata Tomi. Respons para pendengarnya justru sangat positif. Jadi banyak yang tertarik sejarah Indonesia.
"Apalagi setelah saya mempelajari sejarahnya dan membiasakan diri bercerita di antara bait-baitnya," Tomi melanjutkan. Sejauh ini, tidak ada yang mengaitkan lagu itu dengan PKI. Kalau pun ada, mereka lanjut dengan diskusi.
Bukan hanya penonton awam, rekan-rekan musisi Tomi di Jerman pun banyak yang tersentuh oleh Genjer-genjer dan kisah di baliknya. Sebagian akhirnya sadar betapa besar makna lagu itu untuk Indonesia, terutama perkara sejarahnya.

0 komentar:

Posting Komentar