Kamis, 01 Oktober 2015 | 20:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Setengah abad lalu, pembunuhan enam jenderal TNI Angkatan Darat yang jasadnya ditemukan di Lubang Buaya, Jakarta Timur, terjadi. Namun, beragam teka-teki soal peristiwa yang berimbas pada pembantaian sejuta orang yang diduga sebagai simpatisan Partai Komunis Indonesia itu belum terpecahkan. Termasuk dugaan keterlibatan agen rahasia Amerika Serikat atau Central Intelligence Agency dalam pusaran peristiwa itu.
Sejarawan Anhar Gonggong punya jawabannya sendiri. Menurut Anhar, peristiwa yang dikenal sebagai Gerakan 30 September (G30S) itu tak lepas dari situasi politik global yang menciptakan Perang Dingin antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat. “Indonesia sangat mungkin dipengaruhi oleh dua kekuatan itu,” kata Anhar dalam diskusi soal G30S di Jakarta, Kamis, 1 Oktober 2015.
Pengaruh Amerika Serikat mulai tampak ketika Indonesia berkonflik dengan Belanda pada awal dekade 1960. Mereka memperebutkan Irian Jaya yang kini dikenal sebagai Papua. Menurut Anhar, Amerika semula mendukung Belanda untuk menguasai Bumi Cendrawasih. “Belakangan John F. Kennedy membelokkan strategi dengan meminta Belanda mengembalikan Irian ke Indonesia,” kata Anhar.
Jurnalis Amarzan Loebis justru menduga keterlibatan CIA dalam G30S dilihat dari situasi ekonomi politik Indonesia kala itu. Krisis ekonomi sedang melanda Indonesia saat operasi militer berlangsung di mana puluhan ribu orang dipenjara tanpa melewati proses pengadilan. “Pemerintah bahkan tak bisa memenuhi kebutuhan makan narapidana di penjara,” kata Amarzan.
Tentu saja, Amarzan menambahkan, operasi militer untuk memberangus simpatisan PKI di seluruh Indonesia bukan operasi berbiaya rendah. “Sangat kuat dugaan saat G30S pecah, bukan tak mungkin CIA yang menggelar pesta pertama kali,” ujarnya,
RAYMUNDUS RIKANG
https://nasional.tempo.co/read/news/2015/10/01/078705601/g30s-1965-seberapa-keterlibatan-cia-di-indonesia
Sejarawan Anhar Gonggong punya jawabannya sendiri. Menurut Anhar, peristiwa yang dikenal sebagai Gerakan 30 September (G30S) itu tak lepas dari situasi politik global yang menciptakan Perang Dingin antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat. “Indonesia sangat mungkin dipengaruhi oleh dua kekuatan itu,” kata Anhar dalam diskusi soal G30S di Jakarta, Kamis, 1 Oktober 2015.
Pengaruh Amerika Serikat mulai tampak ketika Indonesia berkonflik dengan Belanda pada awal dekade 1960. Mereka memperebutkan Irian Jaya yang kini dikenal sebagai Papua. Menurut Anhar, Amerika semula mendukung Belanda untuk menguasai Bumi Cendrawasih. “Belakangan John F. Kennedy membelokkan strategi dengan meminta Belanda mengembalikan Irian ke Indonesia,” kata Anhar.
Jurnalis Amarzan Loebis justru menduga keterlibatan CIA dalam G30S dilihat dari situasi ekonomi politik Indonesia kala itu. Krisis ekonomi sedang melanda Indonesia saat operasi militer berlangsung di mana puluhan ribu orang dipenjara tanpa melewati proses pengadilan. “Pemerintah bahkan tak bisa memenuhi kebutuhan makan narapidana di penjara,” kata Amarzan.
Tentu saja, Amarzan menambahkan, operasi militer untuk memberangus simpatisan PKI di seluruh Indonesia bukan operasi berbiaya rendah. “Sangat kuat dugaan saat G30S pecah, bukan tak mungkin CIA yang menggelar pesta pertama kali,” ujarnya,
RAYMUNDUS RIKANG
0 komentar:
Posting Komentar