Kamis, 21 Juli 2016 | 19:11 WIB
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu memberi sambutan di hari kedua
Simposium Anti PKI di Balai Kartini, Jakarta, 2 Juni 2016. TEMPO/Yohanes
Paskalis
Politikus PDI Perjuangan ini mengatakan pemerintah sudah menyelenggarakan Simposium 1965 pada April lalu. Saat itu, salah satu rekomendasinya adalah melakukan rekonsiliasi.
Rabu lalu, Majelis Hakim Pengadilan Rakyat Internasional (International People's Tribunal) di Den Haag mengumumkan hasil kesimpulan persidangan kasus 1965. Pengadilan menyimpulkan, terjadi pembunuhan besar-besaran secara terencana pasca-peristiwa September 1965 terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia, yang telah dibubarkan pada 1966.
Kesimpulan akhir majelis hakim IPT 1965 dipublikasikan kemarin, setelah sidang dilangsungkan di Den Haag, Belanda, pada November 2015.
Laporan itu menyatakan pemerintah Indonesia bersalah dan bertanggung jawab terhadap kejahatan kemanusiaan setelah tewasnya enam jenderal dan seorang letnan di Jakarta pada 30 September 1965. Kejahatan yang disebut "tak manusiawi" itu terutama dilakukan oleh militer melalui garis komando. Majelis hakim IPT, yang dipimpin Zakeria Yacoob dari Afrika Selatan, juga menilai serangkaian peristiwa setelah 1965 merupakan sebuah genosida.
November tahun lalu, pemusnahan massal tidak termasuk dalam tuntutan yang diajukan tim jaksa penuntut umum IPT, yang dipimpin pengacara Todung Mulya Lubis.
Dalam salah satu rekomendasinya, majelis hakim IPT meminta pemerintah Indonesia menyelidiki dan mengadili semua pelaku.
Laporan IPT menyebut, Soeharto, mantan Presiden RI, yang kala itu memimpin Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, berperan dalam penumpasan anggota dan simpatisan PKI. Pengganti Soeharto pada jabatan yang sama juga disebut dapat dimintai pertanggungjawaban.
Wakil Ketua Komisi Hukum Mulfahcri Harahap menuturkan putusan IPT menjadi peringatan bagi pemerintah. "Perlu keseriusan dan kehati-hatian dalam menyelesaikan kasus ini, terutama dalam gugatan internasional," ujarnya.
Politikus PAN Ini melanjutkan, Komisi Hukum akan mempertimbangkan untuk memanggil Kejaksaan maupun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia guna menjelaskan kasus
ini. "Agar bisa memberikan pemahaman yang baik, terutama perihal sejarah masa lalu."
HUSSEIN ABRI DONGORAN
https://m.tempo.co/read/news/2016/07/21/078789468/dpr-desak-pemerintah-percepat-penyelesaian-kasus-1965
0 komentar:
Posting Komentar