Senin, 25/07/2016 21:37 WIB
Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Nurkholis meminta pemerintah menerima hasil putusan Pengadilan Rakyat
Internasional atas Kejahatan Kemanusiaan (International People's Tribunal on Crimes Against Humanity, IPT) 1965. Menurutnya, putusan itu berguna bagi penyelesaian Tragedi 1965.
"Tidak ada salahnya kalau pemerintah melihat rekomendasinya, jadi jangan buru-buru menolak," kata Nurkholis di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (25/7).
Komnas HAM mendesak pemerintah membentuk tim yang bertugas mempelajari putusan tersebut secara menyeluruh terlebih dahulu sebelum bersikap. Sebab menurut Nurkholis, putusan tersebut memiliki pertimbangan yang panjang dari para ahli.
"Kami mendesak teman-teman di pemerintahan untuk ada tim yang mempelajari soal putusan itu secara utuh, supaya lebih bermanfaat," ujarnya.
Nurkholis mengatakan, putusan IPT sebagai salah satu bahan pertimbangan
untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi pasca
peristiwa 1 Oktober 1965. Walaupun putusan itu tidak memiliki kekuatan
hukum yang mengikat, namun putusan itu dinilai mengikat secara moral.
"Saya kira data-data itu tetap penting dan akan kami tindak lanjuti. Nah, ini ada tambahan keterlibatan Inggris dan Australia. Sudah pernah saya sindir soal dua negara ini," ujarnya.
Saat ini, kata Nurkholis, Indonesia belum memiliki komitmen nasional untuk menyelesaikan persoalan ini. Meski demikian, sejumlah langkah yang telah ditempuh pemerintah, seperti penyelenggaraan simposium nasional membedah Tragedi 1965 dalam perspektif sejarah.
"Buat dulu peta jalannya (roadmap), lalu disepakati. Itu yang belum terwujud di Indonesia. Mungkin (komitmen nasional) itu sudah mulai ada cikalnya di simposium lalu," kata Nurkholis.
Mantan Ketua Komnas HAM itu menilai, pengadilan yang digelar di Den
Haag, Belanda pada 10-13 November 2015 itu bukan merupakan intervensi
asing kepada proses penegakan hukum di Indonesia. Namun Nurkholis
memahami reaksi awal pemerintah yang mau tidak mau menghiraukan putusan
tersebut.
"Orang lain memikirkan negara kita kenapa kita jadi susah, terima kasih dong mestinya mereka (para ahli) mau berkumpul. Itu juga bukan bentuk intervensi," kata Nurkholis.
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan secara tegas menolak putusan Pengadilan Rakyat Internasional atas Tragedi 1965. Menurut Luhut, Indonesia memiliki sistem hukum sendiri yang tidak dapat diintervensi negara asing dan lembaga asing.
"Mereka (IPT) kan bukan atasan kami. Indonesia punya sistem hukum
sendiri. Saya tidak ingin orang lain mendikte bangsa ini," ujar Luhut
bertepatan dengan hari dibacakannya putusan pengadilan IPT 1965, Rabu
(20/7) pekan lalu.
Luhut juga tak peduli jika IPT 1965 akan membawa putusan ini ke Dewan HAM PBB. Dia menyebut IPT 1965 sebagai lembaga swadaya masyarakat, dan karenanya tak bisa memengaruhi keputusan pemerintah suatu negara.
Jenderal Purnawirawan TNI AD itu menegaskan, pemerintah tidak akan mempertimbangkan putusan IPT 1965. "Tidak ada masuk di akal saya itu. Mereka LSM. Masak LSM counterpart saya, yang benar saja," kata Luhut. (wis)
"Tidak ada salahnya kalau pemerintah melihat rekomendasinya, jadi jangan buru-buru menolak," kata Nurkholis di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (25/7).
Komnas HAM mendesak pemerintah membentuk tim yang bertugas mempelajari putusan tersebut secara menyeluruh terlebih dahulu sebelum bersikap. Sebab menurut Nurkholis, putusan tersebut memiliki pertimbangan yang panjang dari para ahli.
"Kami mendesak teman-teman di pemerintahan untuk ada tim yang mempelajari soal putusan itu secara utuh, supaya lebih bermanfaat," ujarnya.
|
"Saya kira data-data itu tetap penting dan akan kami tindak lanjuti. Nah, ini ada tambahan keterlibatan Inggris dan Australia. Sudah pernah saya sindir soal dua negara ini," ujarnya.
Saat ini, kata Nurkholis, Indonesia belum memiliki komitmen nasional untuk menyelesaikan persoalan ini. Meski demikian, sejumlah langkah yang telah ditempuh pemerintah, seperti penyelenggaraan simposium nasional membedah Tragedi 1965 dalam perspektif sejarah.
"Buat dulu peta jalannya (roadmap), lalu disepakati. Itu yang belum terwujud di Indonesia. Mungkin (komitmen nasional) itu sudah mulai ada cikalnya di simposium lalu," kata Nurkholis.
|
"Orang lain memikirkan negara kita kenapa kita jadi susah, terima kasih dong mestinya mereka (para ahli) mau berkumpul. Itu juga bukan bentuk intervensi," kata Nurkholis.
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan secara tegas menolak putusan Pengadilan Rakyat Internasional atas Tragedi 1965. Menurut Luhut, Indonesia memiliki sistem hukum sendiri yang tidak dapat diintervensi negara asing dan lembaga asing.
|
Luhut juga tak peduli jika IPT 1965 akan membawa putusan ini ke Dewan HAM PBB. Dia menyebut IPT 1965 sebagai lembaga swadaya masyarakat, dan karenanya tak bisa memengaruhi keputusan pemerintah suatu negara.
Jenderal Purnawirawan TNI AD itu menegaskan, pemerintah tidak akan mempertimbangkan putusan IPT 1965. "Tidak ada masuk di akal saya itu. Mereka LSM. Masak LSM counterpart saya, yang benar saja," kata Luhut. (wis)
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160725213746-20-146978/komnas-ham-desak-pemerintah-terima-putusan-sidang-rakyat-1965/
0 komentar:
Posting Komentar