Rabu, 27/07/2016 16:14 WIB
Wiranto punya rekam
jejak negatif. Komisioner Komnas HAM Otto Nur Abdullah pernah menyebut
Wiranto sebagai terduga pelaku pelanggaran HAM di Aceh. (CNN
Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden sekaligus
penggagas Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, Sidarto Danusubroto,
berharap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan yang
baru, Wiranto, akan melanjutkan pembahasan rekomendasi penyelesaian
kasus seputar Gerakan 30 September 1965.
Ia berkata, perombakan kabinet yang berpengaruh pada jabatan Menko Polhukam seharusnya tidak berpengaruh pada upaya penyelesaian tragedi tersebut.
"Kami tidak ada hubungan dengan reshuffle. Kami harus punya identitas sendiri karena penyelesaian itu bagian dari program pemerintah, ada di Nawacita dan RPJMN," ucapnya usai pelantikan menteri di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (27/7).
Menko Polhukam sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan, berperan dalam
penyelenggaraan simposium tersebut. Ia tercatat membuka simposium
nasional yang dihadiri korban dan pelaku pelanggaran HAM di sekitar
tahun 1965.
Usai simposium, Luhut juga beberapa kali memimpin rapat pembahasan rekomendasi yang kerap dihadiri ketua panitia sekaligus Gubernur Lemhanas Agus Widjojo, perwakilan lembaga negara terkait, dan korban.
"Luhut adalah bagian dari kami (kepanitiaan simposium). Saya kira itu akan diwariskan dan diteruskan kepada Pak Wiranto. Saya harapkan begitu," tutur Sidarto.
Sidarto enggan mengomentari rekam jejak negatif Wiranto seperti yang
pernah disebut Komnas HAM maupun lembaga swadaya masyarakat pendamping
korban.
Komisioner Komnas HAM Otto Nur Abdullah, kepada CNNIndonesia.com, pernah menyebut Wiranto merupakan terduga pelaku pelanggaran HAM di Aceh.
Wiranto pernah menjabat sebagai Panglima ABRI dan Menko Polkam di era pemerintahan Abdurahman Wahid. "Saya tidak mau berkomentar tentang itu," ucap Sidarto.
Berdasarkan catatan Komnas HAM, sejumlah penggaran HAM yang diduga pernah dilakukan Wiranto yaitu dalam peristiwa penyerangan 27 Juli, Tragedi Trisakti, peristiwa Mei 1998, peristiwa Semanggi Idan II, penculikan dan penghilangan aktivis prodemokrasi tahun 1997/1998, serta peristiwa Biak Berdarah.
Wiranto juga, menurut laporan khusus 92 halaman yang dikeluarkan Serious Crimes Unit di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, gagal mencegah kejahatan HAM di Timor Leste. (wis)
Ia berkata, perombakan kabinet yang berpengaruh pada jabatan Menko Polhukam seharusnya tidak berpengaruh pada upaya penyelesaian tragedi tersebut.
"Kami tidak ada hubungan dengan reshuffle. Kami harus punya identitas sendiri karena penyelesaian itu bagian dari program pemerintah, ada di Nawacita dan RPJMN," ucapnya usai pelantikan menteri di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (27/7).
|
Usai simposium, Luhut juga beberapa kali memimpin rapat pembahasan rekomendasi yang kerap dihadiri ketua panitia sekaligus Gubernur Lemhanas Agus Widjojo, perwakilan lembaga negara terkait, dan korban.
"Luhut adalah bagian dari kami (kepanitiaan simposium). Saya kira itu akan diwariskan dan diteruskan kepada Pak Wiranto. Saya harapkan begitu," tutur Sidarto.
|
Komisioner Komnas HAM Otto Nur Abdullah, kepada CNNIndonesia.com, pernah menyebut Wiranto merupakan terduga pelaku pelanggaran HAM di Aceh.
Wiranto pernah menjabat sebagai Panglima ABRI dan Menko Polkam di era pemerintahan Abdurahman Wahid. "Saya tidak mau berkomentar tentang itu," ucap Sidarto.
Berdasarkan catatan Komnas HAM, sejumlah penggaran HAM yang diduga pernah dilakukan Wiranto yaitu dalam peristiwa penyerangan 27 Juli, Tragedi Trisakti, peristiwa Mei 1998, peristiwa Semanggi Idan II, penculikan dan penghilangan aktivis prodemokrasi tahun 1997/1998, serta peristiwa Biak Berdarah.
Wiranto juga, menurut laporan khusus 92 halaman yang dikeluarkan Serious Crimes Unit di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, gagal mencegah kejahatan HAM di Timor Leste. (wis)
http://www.cnnindonesia.com/politik/20160727161423-32-147446/panitia-simposium-tragedi-1965-berharap-pada-wiranto/
0 komentar:
Posting Komentar