by April 21, 2016 ·
Presiden Joko Widodo Yang Terhormat, Selamat datang di Eropa,
Di tengah kunjungan Bapak, saat ini sejumlah menteri dan pejabat
Bapak di Jakarta, tengah menyelenggarakan simposium dan menyiapkan
rumusan menuju penyelesaian Peristiwa 1965. Kami sambut hangat niat
tersebut dengan tulus. Sehubungan dengan hal tersebut kami ingin
menyampaikan beberapa hal berikut:
Kami sangat menyesalkan pernyataan Menko Polhukam Luhut Panjaitan,
yang jauh- jauh hari (15/3/2016), telah menegaskan bahwa Pemerintah :1)
Tidak bermaksud meminta maaf kepada para korban, serta 2) Menutup
kemungkinan penyelesaian melalui jalur hukum (pro justitia).
Seperti Bapak Presiden ketahui, kami, sejumlah aktivis masyarakat
sipil Indonesia dan internasional pada 10 -14 November 2015 lalu,
menggelar Tribunal Rakyat Internasional (IPT) 1965 guna menggalang
sejumlah kesaksian dan bahan-bahan bukti yang kuat dari para korban
maupun para pakar mengenai Peristiwa Kejahatan HAM Berat 1965 dan
sesudahnya.
Tribunal tersebut dipimpin oleh para profesional yang sangat
berpengalaman dan ahli dibidangnya, juga dihadiri oleh Komisioner
Komnas HAM dan Komnas Perempuan yang mengkonfirmasi data-data yang
dikemukakan oleh korban dan para ahli sesuai dengan laporan yang telah
mereka buat 4 tahun lalu.
Dalam pernyataan penutupnya, Dewan Hakim Tribunal Rakyat
Internasional 1965, menyimpulkan bahwa Negara Republik Indonesia
bertanggungjawab atas terjadinya kejahatan kemanusiaan, karena telah
membuat rantai komando yang terorganisasi lewat badan-badan
institusional dari lapisan atas hingga lapisan bawah masyarakat. Dan
bahan-bahan yang telah diserahkan kepada Dewan Hakimn tersebut, akan
menjadi bahan bukti atas kejahatan-kejahatan serius lain yang telah
dilakukan.
Berdasarkan hasil-hasil Tribunal tersebut, dan keputusan sementara
panel hakim, izinkan kami mengingatkan beberapa ihwal prinsipal :
- Tujuan rekonsiliasi hanya dapat dicapai jika dilakukan dengan pengungkapan kebenaran, yakni dengan menempuh jalur yudisial sebagai kelanjutan dari laporan yang dibuat Komnas HAM (2012)
- Pemerintah selayaknya memfasilitasi dan mendorong rekonsiliasi di tingkat nasional maupun daerah; antara lain dengan memfasilitasi penguburan kembali, memorialisasi dan rekonsiliasi tingkat akar rumput
- Presiden berdasarkan pasal 14 UUD 1945 berkewajiban melakukan rehabilitasi termasuk melakukan rehabilitasi terhadap nama Soekarno dan atas nama Pemerintah meminta maaf kepada korban Peristiwa 1965 khususnya dan Bangsa Indonesia pada umumnya; yang secara nasional selama lebih dari 50 tahun tak diberi kesempatan mengetahui sejarah bangsanya secara jujur. Fakta
- Pemerintah selayaknya melakukan penyelidikan nasional (national inquiry) berdasarkan dokumen dan kesaksian yang telah dikumpulkan dan diteliti selama ini oleh Komnas HAM, Komnas Perempuan, para organisasi non pemerintah dan perguruan tinggi dalam dan luar negeri, serta kesaksian para saksi ahli yang dikemukakan dalam Tribunal Rakyat Internasional 1965. Penyelidikan tersebut selayaknya berdasarkan keadilan, kebenaran dan perlindungan kepada saksi dan korban
- Pemerintah berkewajiban melakukan pelurusan sejarah dengan menulis kembali sejarah sesuai dengan fakta, terutama dengan mengubah materi pendidikan baik secara formal maupun informal. Serta berkewajiban menurut hukum untuk mencabut semua peraturan perundangan-undangan, kebijakan, dan praktek- praktek yang mendiskriminasikan korban dan keluarganya. Dan melindungi hak- hak korban dan keluarganya untuk kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat.
Demikian pernyataan ini kami sampaikan dengan harapan semoga mendapat perhatian Bapak Presiden. Terutama mengingat penyelesaian secara adil dan beradab bagi sebuah masalah bangsa tersebut di atas, semakin mendesak.
Terima kasih atas perhatian yang diberikan.
Den Haag, April 2016 Hormat kami,
Atas nama IPT 1965
Nursyahbani Katjasungkana Sungkono
Koordinator IPT 1965 Ketua Yayasan IPT 1965
http://www.tribunal1965.org/id/surat-terbuka-kepada-presiden-ri-joko-widodo-tentang-1965/
0 komentar:
Posting Komentar