Kamis, 21 Juli 2016 | 10:32 WIB
Para hakim Pengadilan Rakyat Internasional (IPT) mengenai peristiwa
tahun 1965 di Nieuwe Kerk, Den Haag, Belanda. TEMPO/Purwani Diyah
Prabandari
Nursyahbani juga berencana menyerahkan putusan itu kepada sejumlah kementerian dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dia berharap putusan tersebut bisa mengubah perspektif Kejaksaan Agung terhadap kasus 1965, karena selama ini penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia selalu mentok di Korps Adhyaksa.
Laporan akhir majelis hakim IPT 1965 dipublikasikan kemarin setelah sidang dilangsungkan di Den Haag, Belanda, pada November 2015. Laporan itu menyatakan Indonesia bersalah dan bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan setelah tewasnya enam jenderal dan seorang letnan di Jakarta pada 30 September 1965. Kejahatan yang disebut "tak manusiawi" itu terutama dilakukan oleh militer lewat garis komando.
Majelis hakim IPT, yang dipimpin Zakeria Yacoob dari Afrika Selatan, juga menilai serangkaian peristiwa setelah 1965 sebagai sebuah genosida. November tahun lalu, pemusnahan massal tak masuk dalam tuntutan yang diajukan oleh tim jaksa penuntut umum IPT yang dipimpin oleh pengacara Todung Mulya Lubis.
Dalam salah satu rekomendasinya, majelis hakim IPT meminta pemerintah Indonesia menyelidiki dan mengadili seluruh pelaku. Laporan IPT menyebut Soeharto, mantan Presiden RI yang kala itu memimpin Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban, berperan dalam penumpasan anggota dan simpatisan PKI. Pengganti Soeharto pada jabatan yang sama juga disebut dapat dimintai pertanggungjawabannya.
"Rekomendasi ini mendesak dan tanpa syarat," kata Zakeria dalam pembacaan putusan di Cape Town, Afrika Selatan, yang ditayangkan langsung di YLBHI, kemarin. Mantan hakim Mahkamah Konstitusi di negaranya itu menegaskan, IPT 1965 memperoleh otoritas moral dari suara korban serta masyarakat sipil nasional dan internasional.
Tapi, pemerintah RI menolak putusan tersebut. "Kelompok IPT dan kegiatan yang dilakukannya tidak memiliki dasar hukum," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan membantah terjadi genosida pasca-peristiwa 1965. "Suruh ia datang kemari, buktikan," kata Luhut.
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Nur Kholis, mengatakan putusan IPT bisa menjadi masukan bagi lembaganya dalam menangani persoalan tragedi 1965, yang kini sedang dalam proses penyelesaian. "Perkembangan penyelesaiannya dapat dilihat. Misalnya, simposium diselenggarakan April lalu," kata dia.
Adapun pakar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai putusan IPT tidak memiliki kekuatan hukum. Terlebih pengadilan dilakukan tanpa mendengarkan keterangan pemerintah. "Putusan Tribunal ini hanya memiliki kekuatan moral," kata dia.
AMIRULLAH | DANANG FIRMANTO | ARKHELAUS | ADITYA BUDIMAN | MUHAMAD RIZKI
https://m.tempo.co/read/news/2016/07/21/078789282/putusan-tribunal-soal-genosida-1965-akan-diserahkan-ke-pbb
0 komentar:
Posting Komentar