Senin, 25 Juli 2016
JAKARTA- Sebelum mengakhiri masa pemerintahannya Presiden Barrack Obama seharusnya mendorong pembukaan semua data intelejen Amerika Serikat, (Central Intelligence Agency) yang terlibat dalam genosida yang terjadi di Indonesia pasca kudeta militer atas pemerintahan Presiden Soekarno pada tahun 1965. Dalam sidang International People’s Tribunal (Mahkamah Rakyat Internasional) 1965 di Den Hag beberapa waktu lalu terungkap peran Amerika Serikat, Inggris, Australia dalam mendorong terjadinya kudeta militer dan membiayai pembunuhan massal 3 juta orang di Indonesia.
Selain itu ada indikasi yang masih terus diselidiki keterlibatan Swedia dan Jerman. Hal ini disampaikan oleh Reza Muharam dari International People’s Tribunal (IPT) 1965 kepada Bergelora.com di Jakarta, Minggu (24/7)
“Presiden Obama dikenal dekat oleh
sebagian besar orang Indonesia karena pernah sekolah dan tinggal di
sini. Seharusnya dia membuka lembaran baru hubungan Indonesia-Amerika
dengan mengakhiri sejarah hitam yang diwarisi operasi spionase Amerika
pada rakyat Indonesia dengan meminta maaf atas nama bangsa Amerika
kepada bangsa Indonesia,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa sebelumnya Senator
Amerika Serikat, Tom Udall dari Komisi Hubungan Luar Negeri Senat
Amerika telah mengajukan rancangan resolusi guna menyelesaikan
kasus-kasus pembunuhan massal yang terjadi di Indonesia pada tahun
1965-66.
Kekejaman Massal
Senator Tom Udall mengeluarkan
pernyataan tentang hal itu pada hari 1 Oktober 2015 lalu, bertepatan
dengan peringatan 50 tahun pembantaian massal yang menewaskan antara
setengah sampai satu juta orang menyusul terjadinya apa yang disebut
peristiwa G30S.
“Lima puluh tahun yang lalu pada tanggal
1 Oktober tahun 1965, dimulai salah satu kekejaman massal paling buruk
di Indonesia, antara 500 ribu sampai satu juta orang, kebanyakan warga
sipil, mati dalam pembantaian yang didukung oleh pemerintah Indonesia.
Dalam masa yang sama, pemerintah Amerika terus memberikan bantuan
militer dan keuangan kepada Indonesia,” kata Senator Udall.
Itulah, kata Senator Tom Udall dalam sambutan yang dibacakan oleh John Sifton dari kelompok Human Rights Watch ketika diadakan pemutaran film "The Look of Silence" di kota Washington DC.
Film karya Joshua Oppenheimer itu mengisahkan pengalaman para keluarga korban yang tewas dibunuh dalam peristiwa berdarah itu.
Kata Udall lagi, pemerintah Amerika dan
Indonesia harus berusaha menutup babak gelap dalam sejarah ini dengan
mengumumkan semua dokumen rahasia dan secara resmi mengakui terjadinya
aksi-aksi kekejaman itu.
Anggota Komisi Senat Hubungan luar
Negeri itu mengatakan, banyak dari para pembunuh itu kini masih hidup
dan bebas, dan para korban serta keluarga mereka masih terus
dipinggirkan.
"Hari ini, dalam Kongres Amerika, saya
mengajukan rancangan resolusi baru yang akan menekan pemerintah Amerika
supaya mengakui perannya dalam pembantaian di Indonesia dan mengumumkan
semua dokumen yang berisi informasi tentang peristiwa itu dan para
pelakunya," tambah Udall.
Senator AS itu menambahkan, "Tapi yang
lebih penting lagi adalah bagi Presiden Joko Widodo untuk mendukung
dibentuknya Komisi Kebenaran yang akan mengadakan penyelidikan resmi
tentang peristiwa tahun 1960-an itu dan mengeluarkan laporan yang
komprehensif tentang kejahatan-kejahatan yang terjadi dan para
pelakunya."
Selanjutnya, Senator Tom Udall
mengatakan, ia berharap Presiden Amerika Barack Obama akan mendesak
Presiden Jokowi untuk melakukan hal itu, ketika Jokowi berkunjung ke
Amerika beberapa waktu lalu.
“Hanya dengan mengakui apa yang terjadi
di masa lampau kita bisa memperbaiki pelaksanaan HAM di seluruh dunia,”
kata Senator Udall.
(Web Warouw)
http://www.bergelora.com/nasional/politik-indonesia/3657-saatnya-presiden-obama-minta-maaf-atas-keterlibatan-cia-pada-genosida-1965.html
0 komentar:
Posting Komentar