Senin, 25 Juli 2016 | 20:51 WIB
Lestari, keluarga korban kekerasan peristiwa 1965 asal Blitar, Jawa
Tengah, saat mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta,
Selasa (17/1/2012). Ia bersama puluhan keluarga korban lainya menagih
janji Komnas HAM untuk segera mengumumkan hasil penyelidikan pro
justisia dan segera mengumumkan temuan pelangaran berat pada peristiwa
tersebut. Foto:
JAKARTA, KOMPAS.com
- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta pemerintah, dalam hal ini sejumlah kementerian dan lembaga terkait, untuk mengkaji secara mendalam hasil dari International People Tribunal (IPT) 1965. Setelah itu, barulah pemerintah diminta menentukan sikap serta memberi tanggapan melalui media.
"Teman-teman tolong lihat dulu deh hasilnya, pelajari apa secara menyeluruh. Nah kalau nanti sudah dipelajari ya baru menentukan sikap," ujar Komisioner Komnas HAM, Nurcholis, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (25/7/2016).
"Maksud saya dibaca tuh secara utuh, tidak hanya yang muncul di media massa saja kan itu panjang pertimbangannya dan sebagainya," kata dia.
Menurut Nurcholis, meskipun putusan IPT ini sebenarnya tidak mengikat, namun pihak-pihak yang hadir dalam IPT merupakan para ahli.
"Jadi, enggak ada salahnya kalau kita lihat rekomendasinya, jangan buru-buru menolak," tutur dia.
Komnas HAM, kata dia, juga akan mendesak pemerintah untuk membentuk tim yang bertugas mempelajari putusan IPT secara utuh.
Majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Indonesia 1965 menyatakan bahwa telah terjadi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh negara pasca-peristiwa 1 Oktober 1965.
Pembunuhan massal tersebut dilakukan terhadap anggota PKI dan anggota PNI yang merupakan pembela setia Presiden Sukarno.
Hakim Ketua, Zak Jacoob menyatakan Negara Indonesia bertanggung jawab atas beberapa kejahatan terhadap kemanusiaan melalui rantai komandonya.
Pertama, pembunuhan massal yang diperkirakan menimbulkan ratusan ribu korban. Kedua, penahanan dalam kondisi tak manusiawi, di mana jumlah korban diperkirakan mencapai sekitar 600.000 orang.
Ketiga, perbudakan orang-orang di kamp tahanan seperti di Pulau Buru. Selain itu, terdapat juga bentuk penyiksaan, penghilangan paksa dan kekerasan seksual.
Majelis hakim merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia minta maaf kepada para korban, penyintas, dan keluarga korban.
Pemerintah juga didesak melakukan penyelidikan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana tuntutan Komnas Perempuan Komnas HAM dalam laporannya.
- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta pemerintah, dalam hal ini sejumlah kementerian dan lembaga terkait, untuk mengkaji secara mendalam hasil dari International People Tribunal (IPT) 1965. Setelah itu, barulah pemerintah diminta menentukan sikap serta memberi tanggapan melalui media.
"Teman-teman tolong lihat dulu deh hasilnya, pelajari apa secara menyeluruh. Nah kalau nanti sudah dipelajari ya baru menentukan sikap," ujar Komisioner Komnas HAM, Nurcholis, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (25/7/2016).
"Maksud saya dibaca tuh secara utuh, tidak hanya yang muncul di media massa saja kan itu panjang pertimbangannya dan sebagainya," kata dia.
Menurut Nurcholis, meskipun putusan IPT ini sebenarnya tidak mengikat, namun pihak-pihak yang hadir dalam IPT merupakan para ahli.
"Jadi, enggak ada salahnya kalau kita lihat rekomendasinya, jangan buru-buru menolak," tutur dia.
Komnas HAM, kata dia, juga akan mendesak pemerintah untuk membentuk tim yang bertugas mempelajari putusan IPT secara utuh.
Majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Indonesia 1965 menyatakan bahwa telah terjadi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh negara pasca-peristiwa 1 Oktober 1965.
Pembunuhan massal tersebut dilakukan terhadap anggota PKI dan anggota PNI yang merupakan pembela setia Presiden Sukarno.
Hakim Ketua, Zak Jacoob menyatakan Negara Indonesia bertanggung jawab atas beberapa kejahatan terhadap kemanusiaan melalui rantai komandonya.
Pertama, pembunuhan massal yang diperkirakan menimbulkan ratusan ribu korban. Kedua, penahanan dalam kondisi tak manusiawi, di mana jumlah korban diperkirakan mencapai sekitar 600.000 orang.
Ketiga, perbudakan orang-orang di kamp tahanan seperti di Pulau Buru. Selain itu, terdapat juga bentuk penyiksaan, penghilangan paksa dan kekerasan seksual.
Majelis hakim merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia minta maaf kepada para korban, penyintas, dan keluarga korban.
Pemerintah juga didesak melakukan penyelidikan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana tuntutan Komnas Perempuan Komnas HAM dalam laporannya.
Penulis | : Fachri Fachrudin |
Editor | : Bayu Galih |
http://nasional.kompas.com/read/2016/07/25/20515671/komnas.ham.minta.pemerintah.mengkaji.putusan.ipt.kasus.1965
0 komentar:
Posting Komentar