Tepat pada saat pergantian kabinet kemarin, 27 Juli, kompas memuat tulisan Iwan Gardono (Dosen Sosiologi UI), Revolusi, Kudeta, Rekonsiliasi. Tulisan ini memberi gambaran lain dari isu yang selama ini masih hangat terkait keputusan sidang dalam IPT65. Iwan Gardono melawan wacana korban yang disimpulkan dari hasil IPT65 yang tersebar luas di sosial media. Bagi dia, korban itu seharusnya orang orang yang selama ini melakukan perlawanan untuk mencegah revolusi komunis terjadi di Indonesia.
kukira ini bukan gagasan baru. Orang orang yang selama ini menolak hasil penyelidikan komnas HAM terkait kasus 1965 sebagian besar (kalau tidak.semuanya) berpendapat demikian.
Yang menarik gagasan ini keluar dari akademisi yang sebagian besar orang mengenalnya sebagai sosok independen, dan saya sendiri sependek yang saya tahu belum pernah mendengar kecacatan Iwan Gardono baik secara moral etis maupun hukum, bahkan sebagian besar murid muridnya mengenal sisi baik dalam dirinya.
Konon gagasan soal kudeta 65 diatas jg menjadi desertasi Iwan Gardono di kampus Harvard Univ.
Tentu dengan posisi ini kita tahu posisi Iwan Gardono berseberangan dengan para penyintas65 baik yang sudah di BAP oleh komnas HAM maupun yg belum.
Sebagai akademisi saya menghormati pandangan yang berbeda ini, meskipun tulisan ini sama sekali kurang ber empati pada nasib kehidupan para korban/penyintas yg dipenjarakan, dianiaya, disiksa lantaran dituduh PKI.
Dan entah kebetulan atau tidak, tepat pada tanggal 27 Juli juga ada pergantian Menkopohukam yg kini dipegang Wiranto.
Lalu pertanyaannya, apakah jalan rekonsiliasi bangsa Indonesia akan semakin panjang dan berliku? Secara pribadi mungkin saya bisa mengatakan iya, akan tetapi tugas menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM di masa lalu dan menciptakan proses rekonsiliasi bangsa hendaknya terus dikuatkan satu sama lain. Saya hanya sedih jika hanya karena perbedaan pandangan ada pihak yang mengatakan proses rekonsiliasi itu tidak perlu, dan mengungkit masa lalu itu hanya membuka luka lama. Dirkursus soal 1965 saja pandangan diantara masyarakat di.Indonesia masih banyak yang berbea beda, bukan berarti karena perbedaan itu dan mengingat masa lalu maka harus dilupakan dan tak perlu diungkit kembali.
Jika.kita percaya rekonsiliasi, maka tujuan utama rekonsiliasi itu salah satunya adalah upaya menyembuhkan dan memulihkan. ini lebih bersifat psikologis, selain dampak sosial dan politis. Bagaimana mungkin luka bangsa dibiarkan? kata Pak HS Dillon suatu kali. Ada tahap tahap yg harus dilalui memang untuk mencapai rekonsiliasi yang sesungguhnya. Salah satunya adalah pengungkapan kebenaran.
Cuma agak disayangkan, istilah pengungkapan kebenaran sering dikonotasikan buruk sehingga cenderung membenarkan pendapatnya sendiri sementara pihak lain dianggap salah. Dalam soal kebenaran 65 misalnya, tulisan Iwan G sekali lagi masih merupakan satu versi dari berbagai versi yg ada.
poinnya, dengan tulisan Iwan G ini dan pergantian Menkopolhulam, jalan kita mengupayakan rekonsiliasi masih panjang. Meskipun demikian, tidak boleh ada kata menyerah.
Batin saya begitu membaca tulisan mas Iwan Gardono ini, memang dengan spontan menyatakan, "Jangan menyerah".
https://www.facebook.com/muhammad.nurkhoiron/posts/10154264995901215
0 komentar:
Posting Komentar