Rabu, 20/07/2016 18:29 WIB
Luhut berkata, putusan Pengadilan Rakyat 1965 tak bisa mendikte pemerintah Indonesia. (REUTERS/Darren Whiteside)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan secara tegas menolak apapun yang
diputuskan Pengadilan Rakyat Internasional (International People's Tribunal,
IPT) atas Tragedi 1965. Ia berkata, Indonesia memiliki sistem hukum
sendiri yang tidak dapat diintervensi negara asing dan lembaga asing.
"Mereka (IPT) kan bukan atasan kami. Indonesia punya sistem hukum sendiri. Saya tidak ingin orang lain mendikte bangsa ini," ujar Luhut di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (20/7).
Luhut akan menanggapi secara keras pihak manapun yang berupaya memengaruhi prinsip hukum dan sikap pemerintah atas Tragedi 1965. Menurutnya, pemerintah akan dan sedang menyelesaikan tragedi yang oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia digolongkan sebagai pelanggaran HAM itu.
"Pemerintah tahu dan menyelesaikan itu dengan cara kami, dengan nilai-nilai universal. Saya keras soal itu," kata Luhut.
Pernyataan serupa juga dilontarkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu berkata, masyarakat Indonesia
tidak perlu menanggapi IPT 1965.
"Enggak usah didengarkan orang di sana. Kok dengerkan orang luar negeri? Orang luar negeri yang dengerkan Indonesia. Enggak usah dengerin, gombal itu," ucap Ryamizard.
Sementara itu, Ketua Lembaga Ketahanan Nasional Agus Widjojo mengatakan pemerintah masih mengkaji usulan dan pertimbangan terkait penyelesaian Tragedi 1965.
Agus yang menjadi Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 berkata, pemerintah harus lebih dulu menilai seluruh masukan dari berbagai pihak.
"Masukan bukan hanya dari simposium. Ada juga dari Jaksa Agung, Menkumham. Itu dikoordinasi oleh Menkopolhukam. Jadi sedang diolah," ujar Agus.
Putusan akhir pemerintah Indonesia terkait Tragedi 1965, kata Agus, akan
menimbulkan dampak luas. Ia menyebut kasus ini sangat politis.
"Lihat saja kemarin dampak simposium seperti apa. Politiklah yang akan jadi pertimbangan kebijakan pemerintah," kata Agus.
Terkait tenggat waktu, Agus memperkirakan pemerintah akan siap mengumumkan kebijakan mereka soal Tragedi 1965 dalam waktu dekat.
Akhir Agustus mendatang, menurut Agus, pemerintah sudah akan memiliki gambaran atas keputusan mereka. (abm/agk)
"Mereka (IPT) kan bukan atasan kami. Indonesia punya sistem hukum sendiri. Saya tidak ingin orang lain mendikte bangsa ini," ujar Luhut di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (20/7).
Luhut akan menanggapi secara keras pihak manapun yang berupaya memengaruhi prinsip hukum dan sikap pemerintah atas Tragedi 1965. Menurutnya, pemerintah akan dan sedang menyelesaikan tragedi yang oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia digolongkan sebagai pelanggaran HAM itu.
"Pemerintah tahu dan menyelesaikan itu dengan cara kami, dengan nilai-nilai universal. Saya keras soal itu," kata Luhut.
|
"Enggak usah didengarkan orang di sana. Kok dengerkan orang luar negeri? Orang luar negeri yang dengerkan Indonesia. Enggak usah dengerin, gombal itu," ucap Ryamizard.
Sementara itu, Ketua Lembaga Ketahanan Nasional Agus Widjojo mengatakan pemerintah masih mengkaji usulan dan pertimbangan terkait penyelesaian Tragedi 1965.
Agus yang menjadi Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 berkata, pemerintah harus lebih dulu menilai seluruh masukan dari berbagai pihak.
"Masukan bukan hanya dari simposium. Ada juga dari Jaksa Agung, Menkumham. Itu dikoordinasi oleh Menkopolhukam. Jadi sedang diolah," ujar Agus.
|
"Lihat saja kemarin dampak simposium seperti apa. Politiklah yang akan jadi pertimbangan kebijakan pemerintah," kata Agus.
Terkait tenggat waktu, Agus memperkirakan pemerintah akan siap mengumumkan kebijakan mereka soal Tragedi 1965 dalam waktu dekat.
Akhir Agustus mendatang, menurut Agus, pemerintah sudah akan memiliki gambaran atas keputusan mereka. (abm/agk)
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160720182858-20-145960/luhut-dan-ryamizard-tolak-putusan-pengadilan-rakyat-1965/
0 komentar:
Posting Komentar