BLITAR
- Eks aktivis Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) ounderbow PKI siap
menunjukkan kuburan massal korban pembantaian tragedi 1965 di wilayah
Blitar selatan.
Hal itu menyusul adanya perintah Presiden Joko Widodo melacak jejak kuburan massal yang sebagian besar berisi jasad anggota dan simpatisan PKI.
Dengan kendaraan truk, militer mengirim orang-orang eks PKI, ounderbow dan simpatisan ke sana.
Dalam peristiwa itu ada salah satu korban yang masih hidup dengan peluru bersarang di kakinya. Ia berhasil selamat karena pura pura mati diantara tumpukan mayat kawan kawanya.
Seorang peneliti dari lembaga swadaya masyarakat di Jakarta pernah masuk ke luweng tikus untuk mengambil gambar.
Yang bersangkutan berhasil merekam tumpukan tulang belulang kerangka manusia. Pembantaian terhadap orang-orang PKI di wilayah Kabupaten Blitar terjadi pascameletusnya peristiwa 30 September 1965 di Jakarta.
Disisi lain untuk mengobarkan perang semesta PKI mengalihkan kekuatanya ke wilayah Blitar selatan yang sejak awal merupakan basis merah.
TNI menghancurkan gerakan kiri itu dengan operasi yang bernama Trisula. Operasi pembantaian ini melibatkan orang orang Ansor-Banser NU.
(nag)Hal itu menyusul adanya perintah Presiden Joko Widodo melacak jejak kuburan massal yang sebagian besar berisi jasad anggota dan simpatisan PKI.
"Saya siap menunjukkan lokasi kuburan massal," ujar Sukiman eks aktivis Lekra Kabupaten Blitar kepada wartawan, Kamis 28 April 2016.Ada tiga titik ladang pembantaian yang siap diungkap Sukiman. Pertama di Desa Kembangan, Kecamatan Lodoyo.
Dengan kendaraan truk, militer mengirim orang-orang eks PKI, ounderbow dan simpatisan ke sana.
Mereka yang hidupnya berakhir di lubang pembantaian itu merupakan warga Lodoyo dan sekitarnya. "Kuburan itu kemudian diratakan dengan truk dan menjadi jalan biasa," terang Sukiman.Lokasi kuburan massal kedua berada di kaki bukit Dukuh Sidorejo, Desa Tambakrejo, Kecamatan Wonotirto. Orang orang PKI dipaksa berjajar saling membelakangi dengan posisi tangan terikat. Dari arah samping militer memberondongkan tembakan.
Dalam peristiwa itu ada salah satu korban yang masih hidup dengan peluru bersarang di kakinya. Ia berhasil selamat karena pura pura mati diantara tumpukan mayat kawan kawanya.
"Hingga kini orangnya masih ada," jelasnya. Sementara lokasi kuburan massal yang terakhir sebuah goa alam yang populer disebut luweng tikus.Lokasi itu berada di Dukuh Bokolan, Desa Lorejo, Kecamatan Bakung. Di dalam lubang berkedalaman puluhan meter itu ratusan orang orang eks PKI dibunuh dengan cara dipukul lalu diceburkan.
Seorang peneliti dari lembaga swadaya masyarakat di Jakarta pernah masuk ke luweng tikus untuk mengambil gambar.
Yang bersangkutan berhasil merekam tumpukan tulang belulang kerangka manusia. Pembantaian terhadap orang-orang PKI di wilayah Kabupaten Blitar terjadi pascameletusnya peristiwa 30 September 1965 di Jakarta.
Disisi lain untuk mengobarkan perang semesta PKI mengalihkan kekuatanya ke wilayah Blitar selatan yang sejak awal merupakan basis merah.
TNI menghancurkan gerakan kiri itu dengan operasi yang bernama Trisula. Operasi pembantaian ini melibatkan orang orang Ansor-Banser NU.
Sukiman berharap pihak terkait menanggapi serius instruksi Presiden Joko Widodo yang meminta melacak kuburan massal. Sebab lokasi itu memang benar benar ada. "Kuburan massal itu faktanya memang ada dan sering dikaburkan," ujarnya.Sementara Ketua Satkorcab Barisan Ansor Serbaguna (Banser) NU Kabupaten Blitar Imron Rosadi menyesalkan instruksi presiden.
Sebab melacak kuburan massal peristiwa 1965 malah akan memunculkan persoalan baru. "Sama saja dengan membuka babak baru polemik PKI," ujarnya.Imron atau biasa disapa Baron berharap semua pihak hendaknya meletakkan persoalan pada ranah hukum. Para pihak hendaknya membuktikan kebenaran sejarah secara konkrit dengan menyampaikan bukti dan fakta di persidangan. Dengan demikian tidak ada saling mengklaim.
0 komentar:
Posting Komentar