Rabu, 20 Apr 2016 16:27 WIB | Nurika Manan
Pemerintah diminta menyusun payung hukum terkait perintah penggalian dan pemakaman layak bagi korban tragedi 65/66.
Jakarta - Pemerintah diminta menyusun payung hukum terkait perintah penggalian dan pemakaman layak bagi korban tragedi 65/66. Pegiat HAM Semarang, Yunantyo Adi mengungkapkan, hal tersebut merupakan salah satu jalan untuk mengungkap kebenaran atas tragedi pembantaian massal saat itu. Sebab dengan begitu, pemerintah bisa memetakan jumlah kuburan massal di Indonesia. Ini juga sekaligus menjadi bukti adanya pembantaian massal di tahun-tahun itu.
"Apakah itu berupa surat keputusan presiden, atau Menkumham, atau Menkopolhukam. Bisa Keppres bisa keputusan menteri untuk mengatur tata cara bagi kepala daerah untuk pengungkapan kuburan massal. Agar bupati dan gubernur punya pedoman," jelas Yunantyo kepada KBR, Rabu (20/04/2016).
Ia pun melanjutkan, ada dua opsi untuk melangsungkan pemakaman layak ini. "Pertama adalah pemakaman layak dengan penggalian dan pendokumentasian. Dengan cara visum dan DNA. Tapi ini didokumentasikan. Maksudnya itu visumnya ini ditangani negara datanya. Sehingga tidak meninggalkan aspek kesejarahannya. Yang kedua, dilakukan pembuatan makam layak, tanpa membongkar. Karena pembongkaran itu akan memakan proses lama kalau untuk visum, DNA dan lainnya. Sehingga mohon diizinkan untuk dibuat pemakaman layak dulu," imbuhnya.
Meski begitu, Yunantyo belum bisa memastikan jumlah keseluruhan titik kuburan massal. Ia memperkirakan, jumlahnya mencapai ratusan.
"Saya sih belum menghitung, tapi jumlahnya mungkin ratusan di seluruh Indonesia. Di Kabupaten Kendal saja ada banyak, di Pati, Solo dan sekitarnya. Dari Pekalongan, juga Jawa Timur. Ada juga yang dulu ada tapi hilang," ujarnya.
Pembongkaran Kuburan Massal di Plumbon
Permintaan payung hukum ini berangkat dari kesulitannya melakukan pembongkaran kuburan massal.
"Masalahnya kami kadang ditolak Ormas. Ada yang kepala daerahnya ketakutan. Kami berhasil di Semarang saja, saat kami coba di daerah lain di Jawa Tengah itu sulit. Padahal pemakaman layak ini kan hak perdata bagi warga negara," ungkapnya.
Tahun lalu, Perkumpulan masyarakat Semarang HAM (PMS-HAM) di bawah koordinasi Yunanto berhasil melakukan pemakaman layak dan pemasangan nisan di kuburan massal di hutan jati Plumbon, Semarang. Diperkirakan di kuburan itu ada 24 jenazah korban yang dituduh terlibat PKI.
"Jadi di atas tanahnya, dibuatkan batas makam yang pantas kemudian diberi nisan. Misalnya, di Semarang itu, korban diduga sekian orang lalu ditulis nama-nama korban yang diketahui," kata Yunantyo yang juga anggota komunitas pegiat sejarah ini.
Proses pemakaman layak ini, kata dia, bermula pada Oktober 2014.
"Itu memakan waktu 7,5 bulan persiapan. Awal ketemu warga itu Oktober 2014. Mencari keluarga, kolega, minta izin warga, RT, RW, Camat, Walikota, Perhutani dan dialog dengan Ormas," jelasnya.
"Saat itu kami punya pemikiran kemanusiaan untuk korban 65/66. Apalagi Gusdur sudah mengawali saat itu," tambah Yunantyo. Ia pun melanjutkan, pemakaman layak di Semarang ini tak sampai menggali jenazah korban.
"Tidak dibongkar ini supaya barang bukti masih utuh. Makanya pemerintah bisa gunakan opsi ini, biayanya murah. Nantinya jika pemerintah sudah siap dengan biaya forensik, barulah makam itu dibongkar untuk divisum," katanya.
Proses pemakaman layak, menurut Yunantyo, selain untuk alasan kemanusiaan, juga sebagai penanda sejarah. Selain itu, upaya ini akan memudahkan keluarga korban 65/66 berziarah. Selama ini, kata dia, ziarah masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Sumber: KBR.ID
0 komentar:
Posting Komentar