Senin, 25/04/2016 11:17 WIB
Pemerintah Republik Indonesia belum mengambil sikap resmi atas peristiwa 1965. (ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia
--
Pemerintah Republik Indonesia belum mengambil sikap
resmi atas peristiwa 1965 meski pekan lalu mendukung penyelenggaraan
Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 melalui Pendekatan Kesejarahan
yang mempertemukan korban, mantan jenderal TNI, sejarawan, dan para
tokoh di pusaran peristiwa berdarah itu.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan berkata sedang menunggu laporan Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional, Agus Widjojo, terkait hasil dari kegiatan tersebut.
"Tim sedang berjalan. Saya sedang menunggu laporan dari Agus Widjojo," kata Luhut di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (25/4).
Luhut menyatakan pemerintah masih membuka opsi untuk meminta maaf kepada korban Tragedi 1965, meski menurutnya permintaan maaf memerlukan syarat, yakni bukti dan fakta yang dapat diidentifikasi dengan jelas.
"Tidak benar bahwa kami tidak mungkin minta maaf. Saya buka (opsi meminta maaf) kalau ada kuburan massal yang bisa diidentifikasi dengan jelas," ucap Luhut.
Ketiadaan bukti dan fakta yang dapat diidentifikasi, kata Luhut, menyulitkan pemerintah mengambil pilihan untuk meminta maaf.
"Kepada siapa pemerintah akan minta maaf? Yang jelas sudah ada enam jenderal TNI yang dibunuh. Itu sudah jelas, yang lain kan belum ada," klaim Luhut.
Saat menutup Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidarto Danusubroto menyebut adanya keterlibatan negara pada kasus kekerasan masa lalu itu.
"Kami mengakui adanya konflik horizontal dan mengakui adanya keterlibatan negara," ucap Sidarto.
Ketua Panitia Pengarah Agus Wijojo berkata, tim perumus akan menggali dan menganalisis dialog dan kesaksian yang muncul pada simposium.
Tim perumus berjanji akan menyerahkan laporan dan rekomendasi simposium kepada Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan. Dokumen tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan bagi Presiden Jokowi dalam mengambil kebijakan. (agk)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan berkata sedang menunggu laporan Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional, Agus Widjojo, terkait hasil dari kegiatan tersebut.
"Tim sedang berjalan. Saya sedang menunggu laporan dari Agus Widjojo," kata Luhut di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (25/4).
Luhut menyatakan pemerintah masih membuka opsi untuk meminta maaf kepada korban Tragedi 1965, meski menurutnya permintaan maaf memerlukan syarat, yakni bukti dan fakta yang dapat diidentifikasi dengan jelas.
"Tidak benar bahwa kami tidak mungkin minta maaf. Saya buka (opsi meminta maaf) kalau ada kuburan massal yang bisa diidentifikasi dengan jelas," ucap Luhut.
|
"Kepada siapa pemerintah akan minta maaf? Yang jelas sudah ada enam jenderal TNI yang dibunuh. Itu sudah jelas, yang lain kan belum ada," klaim Luhut.
Saat menutup Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidarto Danusubroto menyebut adanya keterlibatan negara pada kasus kekerasan masa lalu itu.
"Kami mengakui adanya konflik horizontal dan mengakui adanya keterlibatan negara," ucap Sidarto.
Ketua Panitia Pengarah Agus Wijojo berkata, tim perumus akan menggali dan menganalisis dialog dan kesaksian yang muncul pada simposium.
Tim perumus berjanji akan menyerahkan laporan dan rekomendasi simposium kepada Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan. Dokumen tersebut diharapkan dapat menjadi rujukan bagi Presiden Jokowi dalam mengambil kebijakan. (agk)
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160425111757-20-126269/luhut-tunggu-laporan-panitia-simposium-1965-untuk-ambil-sikap/
0 komentar:
Posting Komentar