Jumat, 29 April 2016 14:55 WIB
Menko
Polhukam Luhut Binsar Panjaitan bersama Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkum
HAM Yasonna Laoly, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Gubernur Lemhanas
Agus Widjojo, tokoh masyarakat Buya Syafii Maarif serta Romo Franz
Magnis Suseno dan mantan Danjen Kopassus Letjen Purnawirawan Sintong
Panjaitan menghadiri Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, di
Jakarta, Senin (18/4/2016). Simposium yang digelar oleh pemerintah dan
Komnas HAM ini bertujuan merekonsiliasi kasus pelanggaran HAM di masa
lalu. TRIBUNNEWS/HERUDIN
"Kritik keras kepada Komnas HAM, Kejaksaan Agung, Menkopolhukam, yang tidak pernah menyajikan data kepada Presiden Jokowi, padahal data itu tersebar di banyak tempat," ujar Hendardi berdasarkan pesan tertulisnya, Jumat (29/4/2016).
Hendardi mengatakan, perintah Presiden Jokowi harus dimaknai sebagai ikhtiar Presiden untuk memulai kerja pengungkapan kebenaran atas peristiwa itu
"Pemerintah harus segera menyusun langkah sehingga data dari berbagai sumber bisa dihimpun, divalidasi, dan menghasilkan rekomendasi strategis," kata Hendardi.
Hendardi mengatakan, setelah proses pengungkapan kebenaran dilakukan barulah Pemerintah menetapkan langkah pemulihan korban, penyelesaian berkeadilan dan memperkuat kebijakan pencegahan atas peristiwa serupa di masa yang akan datang.
"Proses pengungkapan kebenaran haruslah dilakukan oleh komite/komisi yang independen dan bertanggung jawab kepada presiden serta memastikan adanya mekanisme partisipatif dari berbagai pihak terutama korban dan keluarga korban," ucap Presiden.
Sebelumnya, Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan kecil kemungkinan jika pemerintah harus meminta maaf terkait peristiwa '65.
Pernyataan tersebut lantaran hingga kini belum ada bukti otentik adanya jumlah korban dan makam massal para korban peristiwa '65.
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Johnson Simanjuntak
0 komentar:
Posting Komentar