Rabu, 20 April 2016 | 22:59 WIB
Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan bersama Mendagri Tjahjo Kumolo,
Menkum HAM Yasonna Laoly, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Gubernur
Lemhanas Agus Widjojo, tokoh masyarakat Buya Syafii Maarif serta Romo
Franz Magnis Suseno dan mantan Danjen Kopassus Letjen Purnawirawan
Sintong Panjaitan menghadiri Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965,
di Jakarta, Senin (18/4/2016).
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Asia Justice and Rights (AJAR) Galuh Wandita mendesak pemerintah segera mengimplementasikan usulan dan rekomendasi yang muncul pada Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965.
Implementasi hasil Simposium itu dinilai sebagai langkah pertama upaya pengakuan dan pengungkapan kebenaran.
Menurut Galuh, pemerintah sebaiknya melaksanakan program reparasi yang komprehensif, mencakup pengakuan resmi atas pelanggaran yang terjadi dan melakukan pengungkapan kebenaran.
Ia juga meminta pemerintah menjadikan reparasi sebagai pelengkap mekanisme keadilan guna memberi ruang kepada korban untuk mengembalikan kepercayaan mereka.
"Hak atas reparasi ini berbeda dengan program-program pembangunan sosial dan ekonomi yang lebih umum," kata Galuh melalui keterangan tertulisnya, Rabu (20/4/2016).
"Prioritas utamanya pun diberikan kepada perempuan, anak-anak dan warga yang tinggal di daerah terpencil," ujarnya.
Di samping itu, Galuh menegaskan pentingnya ruang dialog yang aman dan kebebasan berekspresi bagi penyintas dalam menyuarakan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, khususnya, kasus 1965, baik di level lokal maupun nasional.
Jaminan ketersediaan ruang-ruang tersebut, menurut Galuh, agar terciptanya proses pembelajaran yang membangun bagi semua pihak.
Galuh menilai, Simposium Nasional yang digelar kemarin, merupakan salah satu langkah yang dapat memberikan kontribusi dalam membangun dialog antarpihak di Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
Di sisi lain, Galuh melihat Simposium akan sia-sia jika tidak diikuti oleh langkah konkret untuk menyelesaikan tragedi 1965 dan berbagai pelanggaran berat HAM.
Sebelumnya, dalam refleksi di akhir Simposium, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Sidarto Danusubroto, berharap Simposium menjadi sebuah langkah awal bagi penyelesaian yang menyeluruh dan berkeadilan.
Ia menyepakati beberapa prinsip-prinsip penyelesaian, seperti pemenuhan hak atas kebenaran, hak atas keadilan, hak atas pemulihan, dan jaminan tidak terulang di masa depan.
Semuanya itu, kata Sidarto, agar terjadi sebuah rekonsiliasi nasional di antara para pelaku sejarah.
Sidarto juga berharap dari hasil Simposium akan muncul rekomendasi pemenuhan hak rehabilitasi umum bagi para korban pelanggaran HAM.
"Rumusan lengkap yang menjadi rekomendasi bagi pemerintah dari Simposium ini akan dirumuskan lebih lanjut oleh tim perumus," ucap Sidarto.
Penulis: Kristian Erdianto
Editor: Bayu Galih
http://nasional.kompas.com/read/2016/04/20/22593351/Implementasi.Rekomendasi.Simposium.1965.Dinilai.Jadi.Langkah.Awal.Penyelesaian?utm_source=RD&utm_medium=box&utm_campaign=Kaitrd
0 komentar:
Posting Komentar