Kamis, 7 April 2016 | 19:09 WIB
Jaringan
Solidaritas Korban untuk Keadilan melakukan aksi Kamisan di depan Istana
Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2014). mereka menuntut
dituntaskannya kasus tragedi kemanusiaan yaitu peristiwa 65, tragedi
Talangsari, tragedi Tanjungpriok, tragedi 27 Juli 1996, tragedi
Penculikan, tragedi Trisakti, tragedi Mei 1998, tragedi Semanggi I,
tragedi Semanggi II, dan pembunuhan Munir. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO
PURNOMO
JAKARTA, KOMPAS.com -
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras)
mendesak Jaksa Agung M. Prasetyo untuk mengungkap alasan dirinya tidak
bersedia melakukan penyidikan atas tujuh kasus pelanggaran berat HAM
masa lalu.
Wakil koordinator Kontras Puri Kencana Putri mengatakan bahwa Jaksa Agung harus memberitahu dasar dari sikapnya yang menyatakan bukti-bukti penyelidikan Komnas HAM tidak dapat dikategorikan sebagai alat bukti.
"Kami minta Jaksa Agung menjelaskan karena pernyataan itu keluar tanpa pernah dijelaskan bukti seperti apa yang bisa digunakan dalam mekanisme hukum," ujar Puri saat memberikan keterangan di kantor Kontras, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (7/4/2016).
Menurut penuturan Puri, pada bulan Januari 2016, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan telah memfasilitasi pertemuan antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.
Dalam pertemuan tersebut, kata Puri, Jaksa Agung mengatakan tidak bersedia melakukan penyidikan atas tujuh kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.
Jaksa Agung menganggap semua bukti hasil penyelidikan Komnas HAM, termasuk di dalamya hasil forensik, visum, kesaksian korban, tidak bisa dikategorikan sebagai alat bukti resmi.
"Mengapa Jaksa Agung langsung menyatakan seperti itu, tanpa ada penjelasan dan proses penyidikan sebelumnya," kata Puri.
Selain itu, Puri juga meminta kepada Komnas HAM untuk menggelar bukti hasil penyelidikan atas 7 berkas kasus pelanggaran HAM.
Ketujuh kasus tersebut antara lain Peristiwa September 1965, Talangsari, Tanjung Priok, Semanggi I dan II, Trisakti, dan kasus penculikan aktivis 1997-1998.
Wakil koordinator Kontras Puri Kencana Putri mengatakan bahwa Jaksa Agung harus memberitahu dasar dari sikapnya yang menyatakan bukti-bukti penyelidikan Komnas HAM tidak dapat dikategorikan sebagai alat bukti.
"Kami minta Jaksa Agung menjelaskan karena pernyataan itu keluar tanpa pernah dijelaskan bukti seperti apa yang bisa digunakan dalam mekanisme hukum," ujar Puri saat memberikan keterangan di kantor Kontras, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (7/4/2016).
Menurut penuturan Puri, pada bulan Januari 2016, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan telah memfasilitasi pertemuan antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.
Dalam pertemuan tersebut, kata Puri, Jaksa Agung mengatakan tidak bersedia melakukan penyidikan atas tujuh kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.
Jaksa Agung menganggap semua bukti hasil penyelidikan Komnas HAM, termasuk di dalamya hasil forensik, visum, kesaksian korban, tidak bisa dikategorikan sebagai alat bukti resmi.
"Mengapa Jaksa Agung langsung menyatakan seperti itu, tanpa ada penjelasan dan proses penyidikan sebelumnya," kata Puri.
Selain itu, Puri juga meminta kepada Komnas HAM untuk menggelar bukti hasil penyelidikan atas 7 berkas kasus pelanggaran HAM.
Ketujuh kasus tersebut antara lain Peristiwa September 1965, Talangsari, Tanjung Priok, Semanggi I dan II, Trisakti, dan kasus penculikan aktivis 1997-1998.
Penulis | : Kristian Erdianto |
Editor | : Sabrina Asril |
http://nasional.kompas.com/read/2016/04/07/19091811/Kontras.Jaksa.Agung.Harus.Ungkap.Alat.Bukti.Penyelidikan.Komnas.HAM
0 komentar:
Posting Komentar