Selasa, 19 April 2016

Narasi Tragedi 1965 dibangun Orba untuk sah kan rezim

Selasa, 19 April 2016 10:34Reporter : Mohammad Yudha Prasetya

Makam korban tragedi Semarang 1965. ©2015 Merdeka.com/parwito
Merdeka.com - Penyelenggaraan kegiatan simposium nasional 'Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan' mulai memasuki hari kedua. Sebagai pembicara pertama, Kepala Pusat Kajian Asia Tenggara Indonesia, Dr. Yosef Djakababa menjelaskan, terdapat sejumlah pola ingatan di masyarakat Indonesia terkait tragedi 1 Oktober 1965, sejak terjadinya tragedi tersebut hingga hari ini.
Namun dari beberapa pola ingatan tersebut, ujar Yosef, ada satu kecenderungan kompleksitas ingatan yang sama-sama tidak terepresentasi dengan baik, akibat sejumlah kepentingan yang melatar belakanginya.
"Di era rezim Orba, pembangunan narasi mengenai Tragedi '65 adalah cara untuk mengesahkan rezim yang baru muncul. Mereka memang butuh narasi yang mudah ditangkap masyarakat kala itu, untuk menjamin kelangsung hidup rezim Orba tersebut," ujar Yosef dalam pemaparan awalnya di simposium nasional 'Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan', di Hotel Aryaduta, kawasan Tugu Tani,Jakarta Pusat, Selasa (19/4).
Yosef menyebut, sebagai satu-satunya pemegang kendali atas narasi Tragedi 1965 selama puluhan tahun, rezim Orde Baru telah begitu massif mengambing hitamkan PKI sebagai pihak tunggal yang bersalah dalam pergolakan politik kala itu.
Bahkan, propaganda yang begitu massif juga dilakukan oleh rezim tersebut, dengan mengimplementasikan kepentingannya dalam sejumlah kebijakan, peringatan resmi, film, politik sensor, bahkan sampai tataran kurikulum sekolah.
"Negara saat itu menjadi satu-satunya penentu bagaimana Tragedi 1 Oktober dijadikan sebagai acuan mereka untuk memahami sejarah '65," ujarnya.
Untuk itu, Yosef berharap agar saat ini seluruh elemen masyarakat Indonesia bisa mempelajari secara menyeluruh mengenai apa yang terjadi dalam pergolakan politik 1965, dan berpikiran terbuka pada kenyataan-kenyataan kelam yang terjadi di sejarah Indonesia.
"Ada kesenyapan sejarah soal tragedi setelah 1 Oktober, dan itu sama sekali tidak pernah diakui oleh negara, apalagi dibahas. Dampaknya, banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui mengenai tragedi tersebut," ujar Yosef.
"Maka menurut saya, saat ini harus ada saling keterbukaan pandangan untuk memahami dan mempelajari secara menyeluruh mengenai kenyataan sejarah Tragedi 1965, dan tidak hanya sebagian saja," pungkas [gil]
Sumber: Merdeka.Com 

0 komentar:

Posting Komentar