Rabu, 20 April 2016 | 05:04 WIB
Pengunjung melintasi
layar monitor pada acara Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 di
Hotel Aryaduta, Jakarta, 18 April 2016. TEMPO/Aditia Noviansyah
"Ini enggak jelas sejak ketua Komnas HAM-nya masih Abdul Hakim Nusantara. Sudah dua kali bolak-balik pula berkasnya," ujar Harry saat menjadi pembicara di Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 di Jakarta, Selasa, 19 April 2016.
Sebagaimana diketahui, selama ini Kejaksaan Agung selalu mengembalikan berkas penyelidikan perkara 1965 dari Komnas HAM. Kejaksaan mengklaim, berkas tersebut kekurangan bukti untuk menguak adanya pelanggaran HAM. Sementara itu, Komnas HAM mengklaim hasil penyelidikan mereka sudah memiliki cukup bukti permulaan.
Kurangnya bukti dan bolak-baliknya berkas membuat Kejaksaan Agung memilih menyelesaikan perkara 1965 dengan langkah rekonsiliasi. Rekonsiliasi adalah pengakuan bersalah dari pemerintah dan umumnya diikuti dengan pengungkapan kebenaran.
Harry mengaku tak kontra dengan rencana rekonsiliasi yang diutarakan Kejaksaan. Namun ia ingin ada tindak lanjut atas penyelesaian perkara yang tak berlanjut.
Harry memberikan sejumlah rekomendasi atau saran untuk upaya tindak lanjut itu. Pertama, evaluasi terkait dengan gagalnya penyelesaian perkara 1965.
Kedua, hasil evaluasi atau penyebab kegagalan penyelesaian perkara dibuka kepada publik. Dengan begitu, baik publik maupun korban tragedi tahu mengapa penyelesaian yang mereka tunggu-tunggu tak berujung terang. "Akui juga kalau memang penyelidikan mereka mentok, exhausted," ujar Harry.
Langkah terakhir, kata Harry, baru membentuk komite kebenaran dan rekonsiliasi. Menurut Harry, langkah terakhir tergolong agak sulit untuk dilakukan dengan segera. Alasannya, proses legislasi atas dasar hukum yang diperlukan belum usai. "Kalaupun dibuatkan perpu, keberlakuannya terbatas," ucapnya.
ISTMAN MP
https://nasional.tempo.co/read/news/2016/04/20/078764136/ini-cerita-nasib-berkas-penyelidikan-tragedi-1965
0 komentar:
Posting Komentar