Rabu, 06 April 2016

Pelurusan Sejarah 1965, Ini Kata Menteri Anies Baswedan

Rabu, 06 April 2016 | 14:47 WIB 

Arifin C Noor (kedua dari kiri) saat syuting film G30S/PKI di Jakarta, 1984. Dok. TEMPO/Maman Samanhudi

TEMPO.CO, Jakarta - Tuntutan berbagai kalangan atas penulisan ulang sejarah tragedi 1965 masih terus didengungkan. Tuntutan terakhir muncul dalam pelaksanaan Festival Belok Kiri yang diadakan Maret lalu. Berbagai bukti baru yang sudah dipaparkan menunjukkan adanya pembelokan fakta sejarah.

Salah satunya soal propaganda penyiksaan terhadap enam jenderal dan satu perwira menengah yang menjadi korban. Bahkan sejarah versi Orde Baru menyebutkan ada jenderal yang dipotong kemaluannya atau dicungkil bola matanya. Padahal tim dokter yang melakukan otopsi ketujuh mayat itu menyatakan tidak ada bukti penyiksaan itu.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang membawahi Direktorat Sejarah punya peran penting dalam mengubah sejarah resmi ini, terutama untuk materi kurikulum dan pengajaran di sekolah-sekolah. Menteri Anies Baswedan menjawab pelurusan sejarah dalam wawancara eksklusif dengan Tempo di ruang kerjanya, Selasa pekan lalu.

Berikut ini kutipannya.

Soal pelurusan sejarah tragedi 1965, apakah Anda punya program untuk itu?

Sebenarnya upaya Kementerian bukan soal fakta mana yang mau ditulis atau tak ditulis. Kami ingin anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang kritis terhadap presentasi fakta apa pun. Jadi pelajaran sejarah yang lama kita jalani itu pelajaran menghafal. Bukan menumbuhkan kemampuan kritis.

Lalu sejarah kita tak hanya G30S. Pembelajaran sejarah di Indonesia selalu soal konflik. Misalnya, tahukah kita bagaimana Candi Borobudur dibangun? Itu dibangun selama 120 tahun. Coba anak-anak diajak berpikir bahwa membangun satu bangunan butuh ratusan tahun. Bangsa Indonesia ini sanggup mengerjakan proyek hingga 120 tahun, empat generasi baru selesai.

Ada contoh negara lain yang mengubah sejarah resminya karena penemuan bukti baru. Untuk tragedi 1965 tim dokter menyatakan tidak ada bukti siksaan terhadap para jenderal. Apakah mengubah sejarah resmi semacam itu bisa diberlakukan di Indonesia?

Itu historiografi. Saya percayakan pada pakar sejarah. Tentu pada akhirnya, penulisan itu keputusan politik. Tapi juga dengan memperhitungkan diskursus ilmiah oleh pakar sejarah. Salah satu pendekatan ilmiah ialah siap menerima kebaruan. Itulah salah satu sifatnya. Nah, institusi pendidikan adalah lembaga yang harus siap menerima perspektif baru.

TITO SIANIPAR

https://nasional.tempo.co/read/news/2016/04/06/079760241/pelurusan-sejarah-1965-ini-kata-menteri-anies-baswedan

0 komentar:

Posting Komentar