Selasa, 19 April 2016 | 22:07 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com
- Mantan Dirjen Perlindungan Hak Asasi Manusia sekaligus Guru Besar
Hukum Pidana Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo, mengatakan
bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu, khususnya Tragedi
1965, sebaiknya diselesaikan melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Harkristuti khawatir apabila penyelesaian kasus dipaksakan melalui jalur yudisial maka hasilnya tidak akan memuaskan pihak-pihak yang pernah bertikai.
Dia pun menilai proses pembuktian dalam pengadilan akan sulit dilakukan mengingat Tragedi 1965 sudah terjadi puluhan tahun yang lalu.
"Kalau dipaksakan jalur yudisial takutnya hasilnya sama saja karena masalah pembuktian," ujar Harkristuti, saat menjadi panelis Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2016).
Lebih lanjut ia menjelaskan, pemerintah harus membuat mekanisme hukum untuk mengatur pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Ia pun menyayangkan keputusan MK tahun 2007 yang membatalkan UU KKR.
Ia menampik alasan MK yang mengatakan bahwa UU KKR tidak memberikan kepastian hukum bagi korban karena adanya pasal pengampunan.
Menurut Harkristuti, KKR menjadi satu opsi yang paling mungkin dilakukan oleh pemerintah. Tujuan dari KKR tersebut untuk mengungkapkan kebenaran dan menghindari adanya perpecahan di generasi mendatang.
"Tujuan utama mencari kebenaran dan keadilan. Menegakkan kembali hukum dan HAM dan menata pranata publik yang akuntabel serta menghindari peristiwa serupa terulang kembali," ungkapnya.
Harkristuti khawatir apabila penyelesaian kasus dipaksakan melalui jalur yudisial maka hasilnya tidak akan memuaskan pihak-pihak yang pernah bertikai.
Dia pun menilai proses pembuktian dalam pengadilan akan sulit dilakukan mengingat Tragedi 1965 sudah terjadi puluhan tahun yang lalu.
"Kalau dipaksakan jalur yudisial takutnya hasilnya sama saja karena masalah pembuktian," ujar Harkristuti, saat menjadi panelis Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2016).
Lebih lanjut ia menjelaskan, pemerintah harus membuat mekanisme hukum untuk mengatur pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Ia pun menyayangkan keputusan MK tahun 2007 yang membatalkan UU KKR.
Ia menampik alasan MK yang mengatakan bahwa UU KKR tidak memberikan kepastian hukum bagi korban karena adanya pasal pengampunan.
Menurut Harkristuti, KKR menjadi satu opsi yang paling mungkin dilakukan oleh pemerintah. Tujuan dari KKR tersebut untuk mengungkapkan kebenaran dan menghindari adanya perpecahan di generasi mendatang.
"Tujuan utama mencari kebenaran dan keadilan. Menegakkan kembali hukum dan HAM dan menata pranata publik yang akuntabel serta menghindari peristiwa serupa terulang kembali," ungkapnya.
Penulis | : Kristian Erdianto |
Editor | : Bayu Galih |
http://nasional.kompas.com/read/2016/04/19/22070861/Pemerintah.Diminta.Bentuk.Kembali.KKR.untuk.Selesaikan.Tragedi.1965?utm_campaign=related&utm_medium=bp-kompas&utm_source=news&
0 komentar:
Posting Komentar